Langsung ke konten utama

Mengkritisi GregetNuswantara dan Ajarannya (bagian 4)

Sebelum kita melanjutkan bahasan santai kita, ada baiknya kawan-kawan yang belum membaca pada paparan sebelumnya untuk membacanya di link bawah ini :
Di sana akan diuraikan pandangan saya pribadi mengapa harus menuliskan pandangan saya akan GregetNuswantara yang merupakan kepanjangan pemikiran Turangga Seta sebuah Yayasan yang berjuang di pelestarian budaya. Di tulisan sebelumnya saya juga memberikan pandangan pribadi saya selaku muslim akan ajaran tersebut. Saya punya harapan, bagi teman-teman dan saudara saya yang muslim, agar tidak terjebak dalam ajaran tersebut karena mengarah kepada kesyirikan.
Sepintas memang kalau dicermati, kayaknya ini adalah hal biasa saja. Namun kalau kita mau memperlajari secara mendalam, sesungguhnya ajaran GN jauh bahkan bertentangan dengan ajaran Islam dalam banyak hal. Karenanya kita dituntut untuk cerdas dalam mengurai ajaran ini.

Dewa
Saya menemukan Istilah dewa dalam beberapa referensi dan cerita. Pertama, dewa saya temukan dalam kisah-kisah dongeng yang saya baca sejak bangku SD sampai saat ini. Dewa dinobatkan sebagai sesuatu yang besar dan absolut. Mempunyai kekuatan besar yang tidak ditemukan pada manusia. Dalam kondisi tertentu dewa dapat berwujud manusia dengan cara menitis. Kedua, Saya menemukan istilah dewa dalam khazanah pewayangan. Ada banyak sekali nama dewa dan saya tidak hafal satu-satu dewa kecuali dewa 19 saja. Ketiga, saya menemukan istilah dewa dalam keyakinan agama lain selain Islam dan beberapa penganut pagan. Salah satunya di tanah air adalah Hindu dan Budha.
Istilah dewa dalam GN jelas tidak merujuk pada ajaran Islam. Meskipun GN tidak pernah mengeluarkan statemen bahwa mereka merujuk ajaran pada agama tertentu dan mengklaim diri No SARA, disini jelas sekali mereka sesungguhnya memiliki misi untuk ajaran yang mereprestasikan agama tertentu. Jadi aneh saja ketika ada kaum muslimin yang tertari bergabung dan kemudian membenarkan ajaran GN.
Islam tidak mengenal yang namanya dewa-dewa. Dalam Sirah Nabawi (Sejarah Nabi) Istilah dewa memang ditemukan dalam masa pra Islam. Sebelum Islam masyarakata Mekkah disebut sebagai masyarakat jahiliyah. Masyarakat bodoh. Disebut sebagai masyarakat bodoh karena mereka mempunyai karakter-karakter yang menunjukkan kebodohan mereka. Salah satu bentuk kebodohan masyarakat Mekkah kala itu adalah pola hidup yang suka mabuk, perang, membunuh bayi perempuan dan perilaku Musyrik mereka. Masyarakat Mekkah pra Islam sesungguhnya adalah penganut agama Ibrahim. Namun agama hanif tersebut telah dimodifikasi generasi berikutnya dengan menempatkan orang-orang suci yang sudah meninggal di antara mereka sebagai washilah dalam beribadah kepada Allah. Jadi jelas, referensi dewa memang jauh dari Islam bahkan bertentangan dengan Islam.
ABS, yang mengkalim diri sebagai sesepuh di GN, juga menggunakan nama dewa tertentu sebagai akun FBnya. Perkataan dan dawuhnya selalu ditunggu oleh member group yang selalu menatikan pencerahannya seraya berucapan suwun, rahayu atau hebat ketika sudah diberi wejangan oleh BW dan sesepuh lainnya.
Jadi sesungguhnya mana bukti koar-koar GN yang katanya NO SARA tersebut ? 
Saya berasumsi sesungguhnya GN punya misi tersembunyi yang tidak pernah dibeberkan kepada member muslim. Anehnya lagi member muslim tidak menyadari hal ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...