Langsung ke konten utama

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

 


Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak.

Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat.

Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fungsi diciptakannya manusia di alam ini, manusia mampu mengembangkan daya pikir, cipta, rasa, dan karsa yang mampu mewujudkan karya dan tatanan nilai dalam bentuk budaya atau peradaban.

 Hal tersebut pada gilirannya akan bermuara pada sa’adatud darain (terwujudnya dua kebahagiaan, yaitu di dunia dan akhirat yang sering diimplementasikan dalam doa harian fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah). 1. Implementasi Nilai-Nilai Islam di Masyarakat Islam berisi aturan dan nilai-nilai peri kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya yang memiliki akal dan pikiran yang dibawa utusan Allah Swt., terpilih yaitu junjungan kita Nabi Muhammad Saw. untuk seluruh alam.

Ajaran Islam akan membimbing manusia untuk keluar dari kegelapan menuju cahaya kebenaran. Islam adalah agama yang diridhai Allah dan mestinya menjadi pedoman dasar bagi umat manusia dalam mencapai kehidupan yang damai lagi sejahtera, lahir dan batin. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran; 19). “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orangorang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85). Sebagai pedoman dasar, Islam mengatur seluruh sisi kehidupan manusia tanpa dibatasi tempat dan zaman.

 Islam tidak hanya berlaku untuk bangsa Arab meskipun diturunkan di Jazirah Arab. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam harus mewarnai segala aspek kehidupan. Berbagai macam pengejawantahan nilai-nilai Islam dalam masyarakat di Indonesia mengalami proses sejarah yang panjang. Usaha “membumikan” nilai-nilai Islam melalui dakwah Walisongo sampai periode KH. Abdurrahman Wahid dengan istilah “pribumisasi Islam” jejaknya masih tampak jelas sampai saat ini.

Wujud dari “membumikan” nilai-nilai Islam ini di antaranya penyesuaian ajaran Islam yang menggunakan idiom-idiom bahasa Arab menjadi bahasa setempat dan atau menggunakan bahasa lokal untuk menggantikan istilah berbahasa Arab. Nilai-nilai ajaran Islam tercermin dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Implementasi nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penggunaan nama-nama hari dalam penanggalan, yaitu Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, dan Sabtu; nama-nama orang seperti Ahmad, Muhammad, Abdullah, Abdur Rahman, dan lain-lain; pemakaian perhitungan bulan-bulan Hijrah untuk kegiatan ibadah keagamaan, dan lain-lain.

Penggunaan kosakata bahasa Arab, seperti syukur, selamat, salam, kurban, kawan, karib, dan selainnya dalam bahasa pergaulan sehari-hari. Bahkan, idiom-idiom Arab itu pun sampai memberikan kontribusi pada lembaga formal kenegaraan, seperti Dewan Permusyawaratan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mahkamah Konstitusi, dan lain-lain. Begitu pula penyerapan kosakata bahasa Arab ke bahasa baku atau formal, seperti rakyat, masyarakat, wilayah, dan seterusnya.

Dakwah Walisongo dilakukan dengan cara sangat arif dan bijaksana. Wujudnya, tidak jarang bahasa lokal digunakan untuk menggantikan istilah-istilah bahasa Arab, seperti penyebutan istilah Gusti Kang Murbening Dumadi untuk menggantikan sebutan Allahu Rabbul ‘Alamin; Kanjeng Nabi untuk menyebut Nabi Muhammad Saw.; Susuhunan untuk menggantikan sebutan Hadratus Syaikh; Kiai untuk menyebut al’- Alim; guru untuk menyebut al-Ustadz; dan murid untuk saalik. Semua itu dilakukan dengan tujuan kemaslahatan masyarakat secara umum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

DELAP VS MEDHIT

Sekali lagi saya uraiakan kata-kata dalam bahasa Jawa untuk kita apahami kembali dikarenakan kata-kta tersebut sudah mulai  jarang kita jumpai atau kita dengarkan lagi. Kata pertama kata DELAP , arti delap adalah suatu karakter atau sifat seseorang yang suka meminta kepada orang lain. orang delap itu kreatif. tetapi kreatifnya kreatif meminta kepada orang lain. dulu kata ini dilekatkan pada anak-anak yang suka minta kue atau  minuman kepada temannya dengan intensitas tinggi atau keseringan. walaupun sejatinya dia sendiri punya dan mampu untuk beli sendiri. tetapi setiap kali orang lain pegang makanan pasti dia minta. anak tersebut delap , kata teman-temannya. namun demikian predikat delap tidak hanya dilekatkan pada anak kecil. orang dewasa pun bisa dilekati kata ini jika memang memiliki sifat delap . pejabat pemerintah yang suka minta-minta pun bisa dikatakan delap. bawahannya dijadikan sapi perahannya karena sifat delap nya itu. biasanya orang delap juga berbanding