KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Juru kunci merawat Candi Kendalisada yang berada
di lereng Gunung Penanggungan, Trawas, Mojokerto, November 2011. Di
gunung ini banyak sekali punden berundak yang merupakan tempat pemujaan
pada zaman Empu Sindok dan Majapahit.
Oleh: Idha Saraswati dan Amir Sodikin
Dalam kitab kuno, Penanggungan itu justru puncaknya Mahameru.
– Prof Agus Aris Munandar
Gunung Penanggungan pernah dikenal sebagai sepenggal ”kahyangan” di tanah Jawa karena banyaknya situs pemujaan di gunung ini. Namun, berbagai peninggalan sejarah itu diabaikan dan keberadaannya semakin menyusut karena dicuri ataupun rusak karena tergerus waktu.
VR van Romondt, arsitek sekaligus arkeolog Belanda yang pertama kali
menelusuri Gunung Penanggungan dalam penelitian tahun 1936, 1937, dan
1940, menemukan 80 situs di Gunung Penanggungan. Namun, saat ini, yang
tersisa hanya tinggal 46 situs. Sisanya hilang dicuri, terkubur
longsoran, atau tertutup pepohonan.
Guru Besar Arkeologi dari Universitas Indonesia, Prof Agus Aris
Munandar, hanya tertunduk hening ketika ditanya soal situs yang ada di
Penanggungan. Kepalanya menggeleng-geleng. Dia tak habis pikir dengan
kondisi saat ini.
Agus merupakan arkeolog yang getol meneliti tinggalan bernilai
penting di Penanggungan, tesisnya, ”Aktivitas Keagamaan di Gunung
Penanggungan: Gunung Suci di Jawa Timur dalam Abad Ke-14-15 M”,
menggambarkan bagaimana bernilainya Penanggungan.
Menurut Agus, Penanggungan unik dan penting dalam mitologi Jawa
sebagai gunung yang dianggap paling suci. Bahkan, dalam kitab kuno Tantu
Panggelaran yang dibuat pada era Majapahit, Penanggungan atau Pawitra
adalah puncaknya Mahameru dari India.
”Dalam kitab kuno, Penanggungan itu justru puncaknya Mahameru,
sedangkan Semeru yang tertinggi di Jawa adalah badannya, sehingga yang
paling suci adalah Penanggungan,” kata Agus.
Punden-punden di Penanggungan memiliki fungsi peribadatan, pemujaan
kepada dewata, kepada arwah leluhur, yang bersatu dengan para dewata di
puncak Mahameru.
Teori terbaru dari Agus, Mataram Kuno pindah dan berada di Jawa Timur
bukan semata karena bencana letusan Merapi. ”Mereka ke arah timur
karena mencari Mahameru baru, dan Mahameru baru itu adalah Pawitra,
tempat bersemayamnya para dewa yang tak agresif lagi,” katanya.
Namun, bagi Agus, Penanggungan adalah sisa kahyangan yang kini
memprihatinkan dan dilupakan. Ia merasa sia-sia mengangkat Penanggungan
dari berbagai sisi di berbagai media massa. Selain sudah banyak situs
yang hilang dan dijarah, berbagai situs di Penanggungan yang tersisa
juga terabaikan.
”Saya sedih kala ditanya soal Penanggungan, situs-situs yang dulu
saya kunjungi masih ada sekarang sudah banyak yang hilang atau rusak,”
kata Agus yang merasa tak kuasa lagi membicarakan nasib Penanggungan.
”Buat apa memublikasikannya lagi?” kata Agus. Sinisme itu ia
lontarkan karena sering ketika temuan arkeologi baru di Penanggungan
dipublikasikan, justru mengundang para pencuri menjalankan aksinya.
Penjarahan
Saat kami menelusuri Gunung Penanggungan pada November 2011, jejak
penjarahan terlihat pada relief cerita panji di punden berundak
Kendalisada. Pada salah satu panel, kepala Panji Asmorobangun rusak
karena dicongkel paksa. Selain itu, relief Dewaruci dan Arjunawiwaha
yang semula menghias dinding gua pertapaan juga tidak terlihat lagi.
Paimbar (40), juru pelihara candi-candi di Penanggungan, mengatakan,
walau jumlah juru pelihara bertambah, tetap saja tugasnya berat. ”Kami
berempat memantau enam candi, terutama Kendalisada yang paling atas,”
katanya. ”Memelihara candi-candi di gunung itu berat karena medannya
sulit,” ujarnya.
Jika hujan, tak jarang mereka turun dari gunung terperosok dan pulang
babak belur. Mereka juga harus siap-siap berurusan dengan pencuri yang
nekat. Pernah seorang juru pelihara terancam nyawanya karena pencuri
sengaja melongsorkan batu besar dari atas tebing.
”Seminggu saya dua kali ke sana untuk pemeliharaan, tak mungkin tiap
hari karena jalurnya sulit,” kata Imam Ghozali (38), juru pelihara lain.
Dalam pantauan, selain membersihkan, mereka juga mempertahankan jalur
pemantauan di enam candi.
Ditanya soal jalur antarsitus yang kini terputus, Paimbar mengatakan,
dengan cara itu, beberapa situs aman dari penjarahan. ”Sejak kami
bertugas, tak terdengar ada pencurian di tempat kami,” katanya.
Minim perhatian
Selain menambah juru peli*hara hingga 30 orang, tak ada juga upaya
serius pemerintah untuk melestarikan situs-situs ini. Bahkan, papan nama
yang menerangkan nama candi masih memakai papan nama sederhana
peninggalan almarhum Norman Edwin, pendaki, wartawan, dan arkeolog
alumnus Universitas Indonesia.
Paidan (60), mantan juru pelihara yang ikut mengantar Norman dan teman-temannya memasang papan nama itu, mengatakan, ”Papan nama ini
dipasang tahun 1990-an. Setelah itu, tidak ada lagi gerakan
memperbaruinya,” ujarnya.
Selain papan nama peninggalan Norman yang sudah usang, Keluarga
Mahasiswa Arkeologi Universitas Indonesia (Kama) UI juga memasang papan
nama. Mereka bahkan menamai situs temuannya sebagai candi Kama I, Kama
II, dan seterusnya.
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono menuturkan,
selama lebih dari 10 tahun terakhir tidak ada lagi upaya merawat sisa
kahyangan di Gunung Penanggungan. Hal itu patut disayangkan mengingat
kawasan ini memiliki situs-situs mengagumkan yang memiliki nilai sejarah
tinggi.
Oleh karena itu, ia memandang perlunya dilakukan kembali
re-inventarisasi. Situs-situs itu perlu didokumentasikan, mulai dari
nama, bentuk, hingga posisinya, sehingga bisa menjadi pedoman di masa
depan. Tak menutup kemungkinan jika akan ada temuan baru di sisa
kahyangan yang terabaikan itu.
Baca Juga :
* Penanggungan Swargaloka Tanah Jawa
* Gunung Penanggungan (1659mdpl)
* Desa 1000 Tahun di Kaki Gunung Penanggungan
* Candi Jedong (Peninggalan Mataram Kuno - Majapahit)
Sumber : http://lilianstmik.wordpress.com/
Info dari kawan, untuk guide ke Penanggungan 500rb. Jika ada yang butuh jasa porter bisa dengan harga 800rb, yang minat bisa inbox saya nanti saya hubungkan. silakan tinggalkan saja no telp
BalasHapustulisan yg sangat bagus :)
BalasHapussaya sangat suka berwisata sejarah dan melihat betapa hebatnya nenek moyang kita.
dari kecil saya mengagumi Penanggungan yang selalu muncul di barat rumah. Beberapa kali kesana, tp blum sempat mengunjungi jalur yg banyak peninggalan sejarahnya.
kalo ke Kendalisodo, lewat Jolotundo kah, om? bolehkah tidak memakai jasa guide?
terima kasih jawabannya :)
boleh2 saja, banyak pendaki yang sudah ke sana lewat jolotundo atau jedong
HapusMinta no hp nya mas tentang penanggungan
Hapusterima kasih sudah menggunakan foto koleksi saya untuk artikelnya...salam
BalasHapuswww.kompasiana.com/www.teguhhariawan
Mohon infonya tentang gunung pananggungan ini no hp ku 081318182128
BalasHapusMantaap jiwaa...
BalasHapusSitus situs yg ad d lereng pawitra tergolong tua karena keberadaan nya sudah ad sebelum majapahit dan banyak menyimpan cerita sejarah
Mohon info guide dan Porter untuk ke candi kendalisodo.
BalasHapusIni nomor saya 081211552208 Terimakasih
Mohon info no telpon juru kunci pemandian kendalisodo pak rabin
BalasHapus