Sekilas
Desa Wotanmas Jedong tak ubahnya seperti desa-desa lainnya di lereng
pegunungan pada umumnya. Namun siapa sangka desa yang terletak di kaki
Gunung Penanggungan sebelah utara itu tercatat dalam prasasti kuno
berusia lebih dari 1000 tahun. Ya, prasasti Kerajaan Mataram Hindu
hingga Majapahit.
Desa Wotanmas Jedong terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten
Mojokerto. Dari Kota Mojokerto sekitar 30 kilometer ke arah timur. Desa
itu juga berada sekitar 2 km sebelah selatan Kawasan Industri Ngoro,
yang terletak di kaki Gunung Penanggungan sebelah utara. Penemuan 12
prasasti di situs Jedong mengungkapkan keberadaan Desa Wotanmas Jedong
sudah ada sejak zaman Mataram Kuno hingga masa Majapahit. Desa itu
merupakan Desa Perdikan, yaitu desa yang bebas dari segala macam pajak
maupun upeti, dengan nama yang berganti-ganti. Setelah
menapaki usia 1000 tahun lebih, Desa Wotanmas Jedong menghadapi
problema
klasik sebagaimana desa-desa di wilayah pegunungan pada khususnya, dan
di Jawa Timur umumnya. Yakni, sarana dan prasarana yang tertinggal,
seperti yang paling dirasakan kebutuhan air bersih di saat kemarau.
Jalan berkelok-kelok dan menanjak masih banyak berupa jalan tanah dan
gragal. Beberapa rumah tidak layak huni berdiri memprihatinkan. Sarana
transportasi dari dan menuju desa itu yang terbatas. Namun udara di desa
itu terasa belum tersentuh polusi, meski berjarak 2 km dari kawasan
industri Ngoro, Kab. Mojokerto. Udaranya sejuk dan segar. Hampir tiap
hari libur atau Minggu, desa itu dipenuhi orang-orang bersepeda dan
sekedar rekreasi, khususnya di kompleks Situs Jedong. Sebagian besar
warga Desa Wotanmas Jedong bertani dan mengelola tanah tadah hujan. Juga
mengelola panen musiman, seperti kapuk, jagung, dan mente. Sebagian
warga yang lain mencari nafkah mengambil batu dan sirtu, yang lokasinya
di perbatasan Desa Wotanmas Jedong dengan Kawasan Industri Ngoro.
Namun
sejak adanya industri, kehidupan di Desa Wotanmas Jedong mengalami
banyak perubahan dan membuat desa itu cukup berkembang. Kades Wotanmas
Jedong, H. Winajat SH (41) mengakui keberadaan kawasan
Industri Ngoro dapat menekan angka pengangguran di desanya. Meski
berhimpitan dengan kawasan industri, kehidupan beragama masyarakat cukup
tinggi. Masjid Sirojuddin cukup besar dan berdiri megah. Masjid itu
dibangun warga desa seeara swadaya.
“Kepedulian warga membangun tempat peribadatan di sini cukup tinggi.
Untuk hal-hal yang begitu tidak pemah minta bantuan pihak luar,” kata
Mohamad Soliyan (36), warga Desa Wotanmas Jedong, sekuriti sebuah pabrik
gitar listrik ternama di Ngoro Industri. Hanya saja Kades Winajat
mengkritisi keberadaan peninggalan purbakala (Situs Candi Jedong) kurang
niemberikan kontribusi terhadap warga desa. Salah satu penyebabnya,
situs tersebut kurang dirasakan manfaatnya karena tidak didukung
fasilitas penunjang lainnya. Dulu di seberang Candi Jedong ada kolam
renang, namun sekarang dalam terlantar dan tidak terawat. “Aset desa di
sebelah candi tidak bisa dimanfaatkan untuk pemandian gara-gara
keterbatasan penyediaan air,” ujar Winajat.
Hal itu karena air dari Sumber Goa yang berjarak sekitar 100 meter
dari Candi Jedong hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga.
Untuk kebutuhan lainnya, misalnya untuk mengisi pemandian, harus dieari
sumber lain. “Dulu kolam renang bisa berjalan, karena air tersedia dan
penduduknya belum banyak. Sekarang jumlah penduduk bertambah, sedang
debit air berkurang,” kata Winajat.
Upaya menambah pemenuhan kebutuhan air sudah pernah dilakukan, dengan
melakukan empat kali pengeboran tanah, tetapi tidak berhasil. Padahal
dana dari Dinas PU Bina Marga Kabupaten Rp400 juta. Menurut Winajat,
yang menajat, yang memungkinkan mengambil air dari Jolotundo yang berada
di atasnya. Namun terkendala biaya yang besar, karena jaraknya lebih
dari 10 km.
Winajat berharap ada bantuan dari pemerintah untuk menambah kebutuhan
air desanya. Kalau air di desanya kecukupan manfaatnya luas. Ia ingin
kolam renang yang selama ini terlantar direnovasi sebagaimana sarana
rekreasi warga di sekitarnya, sekaligus sebagai obyek wisata desa yang
dapat meningkatkan pemasukan kas desa.
Sementara itu, keberadaan Ngoro Industri cukup membantu penyediaan
lapangan kerja. Sekitar 20% penduduk Desa Wotanmas Jedong menjadi
pekerja pabrik. “Rata-rata di bagian produksi. Untuk posisi-posisi staf
masih minim sekali, karena rata-rata cuma lulusan SD atau SMP,” kata
Soliyan. Namun Soliyan menolak anggapan kondisi perekonomian masyarakat
dikatakan miskin. Justru persoalannya adalah tranportasi hingga
mempengaruhi tingkat pendidikan warga desa. Sebab setelah lulus SD atau
Madrasah, anak-anak tak melanjutkan sekolah, karena transportasi sulit.
Belum ada jalur MPU (mobil penumpang umum) yang masuk dan ojek mahal
Bagi warga yang tidak mampu, memilih tidak meneruskan sekolah setelah
siswa lulus sekolah dasar.
Soliyan mencontohkan anak bungsunya yang sekolah di sebuah SMP di
Desa Sedati, Kec. Ngorok, yang jaraknya sekitar 7 Km. Setiap hari harus
pulang dan pergi dengan ojek Rp7.000. Ia pun berharap, bila pemandian di
dekat candi beroperasi diharapkan ada jalur MPU masuk sampai Candi
Jedong dan Air Terjun Sabrangan. (eru)
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka
Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan
Provinsi Jawa Timur: Derap Desa. Desaku Menatap Dunia, Edisi XXXXI, Maret 2011. hlm.42
Sumber : http://jawatimuran.wordpress.com/
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.