Selasa, 23 Februari 2021

SKI Kelas 8 PB 8 : Penguasa Disnasti Ayyubiyah 2 (Sultan Al-Adil Saifuddin 596-615 H /1200-1218 M dan Sultan Al-Kamil Muhammad 1218-1238 M)

2. Sultan Al-Adil Saifuddin 596-615 H /1200-1218 M


Sering dipanggil Al-Adil, nama lengkapnya Al-Malik Al-Adil Saifuddin Abu Bakar bin Ayyub, menjadi penguasa ke 4 Dinasti Ayyubiah yang memerintah pada tahun 596-615 H/1200-1218 M berkedudukan di Damaskus. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf AlAyyubi, dia menjadi Sultan menggantikan Al-Afdal yang gugur dalam peperangan.

Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif. Prestasi Al Malik Al-Adil antara lain : 

  1. Antara tahun 1168 – 1169 M mengikuti pamannya ( Syirkuh ) ekspedisi militer ke Mesir 
  2. Tahun 1174 M, menguasai Mesir atas nama Salahuddin Yusuf Al Ayyubi, sedangkan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi mengembangkan pemerintahan di Damaskus 
  3. Tahun 1169 M, dapat memadamkan pemberontakan orang-orang Kristen Koptik di Qift-Mesir  
  4. Pada tahun 1186-1195 M, kembali ke Mesir untuk memerangi pasukan Salib 
  5. Pada tahun 1192-1193 M, menjadi gubernur di wilayah utara Mesir 
  6. Pada tahun 1193 M, menghadapai pemberontakan Izzuddin di Mosul 
  7. Menjadi gubernur Syiria di Damaskus 
  8. Menjadi Sultan di Damaskus

3. Sultan Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)

Nama lengkap Al-Kamil, adalah Al-Malik Al-Kamil Nasruddin Abu AlMaali Muhammad. Al-Kamil adalah putra dari Al-Adil. Pada tahun 1218 Al-Kamil memimpin pertahanan menghadapi pasukan salib yang mengepung kota Dimyat (Damietta) dan kemudian menjadi Sultan setelah ayahnya wafat. Pada tahun 1219, hampir kehilangan tahta karena konspirasi kaum Kristen koptik. Al-Kamil kemudian pergi ke Yaman untuk menghindari konspirasi itu, dan konspirasi itu berhasil dipadamkan oleh saudaranya bernama Al-Mu’azzam yang menjabat sebagai Gubernur Suriah. 

Pada bulan Februari tahun 1229 M, Al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun dengan Frederick II, yang berisi antara lain: 

  • Ia mengembalikan Yerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib 
  • Kaum muslimin dan Yahudi dilarang memasuki kota itu kecuali di sekitar Masjidil Aqsa dan Majid Umar. 
Selain itu beberapa peristiwa yang dialami Al-Malik Al-Kamil, antara lain: 

  1. Pada tahun 1218 M, memimpin pertahanan menghadapi pasukan Salib yang mengepung kota Dimyat ( Damietta ) 
  2. Menjadi Sultan Dinasti Ayyubiyah pada tahun 1218 M, menggantikan Al-Adil yang meninggal  
  3. Pada tahun 1219 M, ia hampir kehilangan tahtanya. 
  4. Pada tahun 1219 M, kota Dimyat akhirnya jatuh ke tangan orang-orang Kristen 
  5. Al-Kamil telah beberapa kali menawarkan perdamaian dengan pasukan Salib yaitu dilakukan perjanjian damai dengan imbalan :Mengembalikan Yerussalem kepada pasukan Salib. 
  6. Membangun kembali tembok di Yerussalem yang dirobohkan oleh Al-Mu’azzam saudaranya. 
  7. Mengembalikan salib asli yang dulu terpasang di Kubah batu Baitul Maqdis kepada orang Kristen. 
Al-Kamil meninggal dunia pada tahun 1238 M. Kedudukannya sebagai Sultan digantikan oleh Salih Al-Ayyubi.

Rabu, 17 Februari 2021

SKI Kelas 8 PB 7 : Penguasa Disnasti Ayyubiyah 1 (Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (564-589 H/ 1171-1193 M)) Bagian 1


Biografi 

Nama lengkapnya, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi Abdul Muzaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub. Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa benteng Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. 

Pendidikan masa kecilnya, Shalahuddin dididik ayahnya untuk menguasai sastra, ilmu kalam, menghafal Al Quran dan ilmu hadits di madrasah. Dalam buku-buku sejarah dituturkan bahwa cita-cita awal Shalahuddin ialah menjadi orang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama Islam (ulama). Ia senang berdiskusi tentang ilmu kalam, AlQur’an, fiqih, dan hadist. 

Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Dari kecil sudah terlihat karakter kuat Salahudin yang rendah hati, santun serta penuh belas kasih. Salahudin tumbuh di lingkungan keluarga agamis dan dalam lingkungan keluarga ksatria. 

Dunia kemiliteran semakin diakrabinya setelah Sultan Nuruddin menempatkan ayahnya sebagai kepala divisi milisi di Damaskus dan pada umur 26 tahun, Shalahuddin bergabung dengan pasukan pamannya (Asaduddin Syirkuh), dalam memimpin pasukan muslimin ke Mesir atas tugas dari gubernur Suriah (Nuruddin Zangi), untuk membantu perdana menteri Daulah Fathimiyah (Perdanana Menteri Syawar) menghadapi pemberontak dan penyerbuan tentara salib. Misi tersebut berhasil Perdana menteri Syawar kembali kepada kedudukannya semula tahun 560 H/1164 M. 

Shalahuddin semakin menunjukkan kepiawaiannya dalam kepemimpinan. Ia mampu melakukan mobilisasi dan reorganisasi pasukan dan perekonomian di Mesir, terutama untuk menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Tiga tahun kemudian, ia menjadi penguasa Mesir dan Syria dan merevitalisasi ekonomi, reorganisasi militer, dan menaklukan Negara-negara muslim kecil untuk dipersatukan melawan pasukan salib.

 Impian bersatunya bangsa muslim tercapai setelah pada September 1174 M, Shalahuddin berhasil menundukkan Daulah Fatimiyah di Mesir untuk patuh pada kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Daulah Ayyubiyah yang bermadzhab Sunni akhirnya berdiri di Mesir menggantikan Daulah Fathimiyah yang berkuasa sebelumnya dan bermazhab syi’ah. 

Pada usia 45 tahun, Shalahuddin telah menjadi orang paling berpengaruh di dunia Islam. Selama kurun waktu 12 tahun, ia berhasil mempersatukan Mesopotamia, Mesir, Libya, Tunisia, wilayah barat jazirah Arab dan Yaman di bawah kekhalifahan Ayyubiyah. Kota Damaskus di Syria menjadi pusat pemerintahannya. Shalahuddin wafat di Damaskus pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.

Kepemimpinan 

Selain itu Shalahuddin merupakan salah seorang Sultan yang memiliki kemampuan memimpin, dibuktikan dengan caranya dalam memilih para Wazir. Shalahuddin mengangkat para pembantunya (Wazir) orang-orang cerdas dan terdidik diantaranya, Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu sekretaris pribadinya bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis biografinya. 

Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi juga tidak membuat kekuasaan terpusat di Mesir. membagi wilayah kekuasaannya kepada saudara-saudara dan keturunannya, sehingga melahirkan beberapa cabang dinasti Ayyubiyah sebagai berikut: 

  1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir 
  2. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus 
  3. Kesultana Ayyubiyah di Aleppo 
  4. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah 
  5. Kesultanan Ayyubiyah di Homs 
  6. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin 
  7. Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar 
  8. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa 
  9. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman 
  10. Kesultana Ayyubiyah di Kerak 
Dalam kegiatan perekonomian, ia bekerja sama dengan penguasa muslim di wilayah lain dan menggalakan perdaganggan dengan kota-kota di laut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan.

Selain itu, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab sunni. Untuk keberhasilannya, Khalifah al-Mustadi dari Bani Abbasiyah memberi gelar Al-Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia). Khalifah Al-Mustadi juga memberikan Mesir, Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib sebagai wilayah kekuasaan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak saat itulah Shalahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin umat Islam dan kaum muslimin).



PB 7 : KH. Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil Muhammad Darwisy. Beliau lahir dari kedua orang tua yang dikenal alim, saleh, dan shalihah, yaitu KH. Abu Bakar selaku Imam Masjid Besar Kauman Kasultanan Yogyakarta serta Nyai Abu Bakar (putri H. Ibrahim, Penghulu Kraton Kasultanan Yogyakarta). Silsilah KH. Ahmad Dahlan adalah keturunan ke dua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali yang termasuk Walisongo serta dikenal sebagai salah satu ulama penyebar dan pengembang Islam di tanah Jawa. 

Garis nasab KH. Ahmad Dahlan adalah putra KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadla bin Kiai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. 

KH. Ahmad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil. Di lingkungan itulah beliau menimba berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, termasuk agama Islam dan bahasa Arab. Pada tahun 1883, saat masih berusia 15 tahun, beliau menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim selama lima tahun di Makkah guna mendalami ilmu agama dan bahasa Arab. Dari situlah beliau berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaruan dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha, serta Ibnu Taimiyah. 

Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam tersebut mempunyai pengaruh kelak di kemudian hari sehingga menampilkan corak keagamaan yang sama dengan kaum pembaharu. Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang bertujuan memperbarui pemahaman keagamaan. Dalam hal ini, paham keislaman di sebagian besar dunia Islam saat itu masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, jumud (stagnasi), serta dekadensi (keterbelakangan) umat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus diubah dan diperbarui melalui gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits. 

Pada tahun 1888 KH. Ahmad Dahlan pulang ke kampong halamannya. Sepulangnya dari Makkah, beliau diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902‒1904, beliau menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah. 

Sepulang dari Makkah, beliau menikah dengan Siti Walidah, yakni saudari sepupunya sendiri, anak Kiai Penghulu Haji Fadhil. Kelak, Siti Walidah dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, seorang pahlawan nasional dan pendiri Aisyiyah (organisasi kewanitaan Muhammadiyah). Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan memiliki enam orang anak, yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, serta Siti Zaharah. Selain itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Beliau juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kiai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin yang berasal dari Pakualaman, Yogyakarta. 

Pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk mewujudkan cita-cita pembaruan Islam di nusantara. Beliau ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Beliau mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri pada tanggal 18 November 1912. Sejak awal, KH. Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi bersifat sosial dan terutama bergerak di bidang pendidikan. 

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini sempat mendapatkan pertentangan dan perlawanan, baik dari keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Bahkan, ada pula orang yang hendak membunuh beliau. Namun rintanganrintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua tantangan tersebut. 

Pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar organisasinya mendapatkan status badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914 melalui Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Namun, izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan organisasi ini sehingga kegiatannya pun dibatasi. 

Walaupun ruang gerak Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menyiasatinya, maka KH. Ahmad Dahlan menganjurkan agar cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Adapun di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat bimbingan dari cabang Muhammadiyah. 

Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah, KH. Ahmad Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin organisasi. Selama hidupnya dalam aktivitas dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), di mana pada saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum). 

Di usia 66 tahun, tepatnya pada 23 Februari 1923, KH. Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen (Karangkajen), Yogyakarta. Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan, maka pemerintah Republik Indonesia menganugerahi beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, pada 27 Desember 1961. Dasar-dasar penetapan itu adalah sebagai berikut. 

  1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat. 
  2. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya, yakni menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan Islam. 
  3. Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.
  4. Organisasi kewanitaan Muhammadiyah (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial setingkat dengan kaum pria. 

Kisah hidup dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah telah diangkat ke layar lebar dengan judul “Sang Pencerah”. Selain menceritakan biografi KH. Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak muda dalam merepresentasikan pemikiranpemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan budaya pada masa itu dengan latar belakang suasana kebangkitan nasional. 


Rabu, 10 Februari 2021

SKI Kelas 9 PB 6 : 3.7 Menganalisis biografi tokoh pendiri organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia



Muhammadiyyah lahir 18 November 1912/8 Dzullhijjah 1330, dengan fondasi ayat: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104).

 Nahdlatul Ulama lahir 31 Januari 1926/16 Raja b 1344, dengan fondasi ayat: “Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dahulu bermusuh musuhan, maka Allah mempersatu
kan hatimu, lalu menjadilah kau karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kau telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkanmu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayatayat- Nya kepadamu agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran ayat 103). 

KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis bin Abu Bakar bin Muhammad Sulaiman bin Murtadha bin Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Sulaiman (Ki Ageng Gribig) bin Muhammad Fadhlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).  

H. Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 10 April 1875. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah.  

Salah satu putranya yaitu Wahid Hasyim merupakan salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama RI (1949-1952), sedangkan Abdurrahman Wahid cucunya,, menjadi Presiden Indonesia yang ke-4.  

Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy’ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada ulama terkemuka di sana. KH. Hasyim Asy’ari sekembalinya dari Arab, Ia sangat terkenal dalam pengajaran ilmu hadis. Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz at-Tarmasi untuk mengajar Sahih Bukhari, di mana Syaikh Mahfudz at-Tarmasi merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini. 

Fatwa Beliau yang sangat Menumental adalah Revolusi Jihad atas Jasa besar Beliau ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional” berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 294 tahun 1964. Hubul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air sebagian dari Iman). 


SKI PB 6 : PENGUASA BESAR DAN ILMUAN ISLAM MASA DAULAH AYYUBIYAH

 
A. PENGUASA BESAR DAULAH AYYUBIYAH  

Sultan Solahuddin Al-Ayyubi dikenal sebagai seorang pemimpin yang sangat memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Ia begitu giat mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan dan masjid.  

Setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaannya yang begitu luas terbentang mulai dari sungai Tigris hingga sungai Nil. Dinasti Ayyubiyah  selama lebih kurang 79 tahun Daulah Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut : 

1. Sultan Shalahuddin Yusuf  Al-Ayyubi (564-589 H/ 1171-1193 M) 

2. Sultan Al-Aziz Imaduddin (589-596 H/1193-1198 M) 

3. Sultan  Al-Mansur Nasiruddin (595-596 H/ (1198-1200 M) 

4. Sultan  Al-Adil Saifuddin (596-615 H/1200-1218 M) 

5. Sultan  Al-Kamil Muhammad (615-635 H/ 1218-1238 M) 

6. Sultan  Al-Adil Saifuddin (635-637 H/ 1238-1240 M) 

7. Sultan  As-Saleh Najmuddin (637-647 H/ 1240-1249 M) 

8. Sultan  al-Mu’azzam Turansyah (647 H/ 1249-1250 M) 

9. Sultan  al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H/ 1250-1252 M)  

Diantara 9 (sembilan) penguasa tersebut  terdapat beberapa penguasa yang terkenal, yaitu : Sultan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M), Malik AlAdil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M), dan Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M).