Langsung ke konten utama

Pembelajaran Daring Aqidah Akhlak Kelas 9 : Corona antara Takdir dan Ikhtiar

Pembahasan Bab ke 5 Aqidah Akhlak kelas 9 Semester 2 adalah mengimani qada dan qadar Allah SWT. Saat ini Pak Riyono mengajak anak-anak membahas yang lagi marak yaitu penyebaran Covid 2019 dalam perspektif qada dan Qadar. Perhatikan tulisan berikut ini


Corona antara Takdir dan Ikhtiar

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Idza sami‘tum bi al-tha‘uni bi ardlin fala tadkhuluha wa idza waqa‘a bi ardlin wa antum biha fala takhruju minha.”

“Jika kamu mendengar bahwa telah terjadi wabah penyakit di suatu daerah, maka kamu jangan memasuki daerah tersebut. Sebaliknya jika kamu berada di daerah yang sedang terjangkit penyakit, maka janganlah kamu keluar dari daerah itu.”

Hadits ini disampaikan Abdurrahman bi ‘Auf untuk mengingatkan Amirul Mukminin ‘Umar bin Khattab. Pada saat itu, ‘Umar dan rombongan bersiap untuk melakukan perjalanan dinas ke Syam.

Abdurrahman bin ‘Auf yang ikut dalam rombongan mendengar kabar bahwa di Syam sedang mewabah penyakit menular yang sangat berbahaya. Kabar itupun disampaikan pada ‘Umar seraya membacakan hadits tersebut.

Dengan dasar hadits tersebut, ‘Umar dan rombongan membatalkan perjalanan dinas yang telah lama direncanakan. Sebagian rombongan menanyakan alasan ‘Umar membatalkan kunjungan seraya bertanya, “Apakah Anda takut dengan takdir Tuhan?”

Pertanyaan itu dijawab ‘Umar seraya berkata, “Saya ingin menghindari takdir Tuhan yang satu menuju takdir Tuhan yang lain.”

Jawaban ‘Umar mengisyaratkan bahwa membatalkan bepergian ke suatu daerah untuk kebaikan karena sedang menjalankan tugas negara disebabkan daerah tersebut sedang dalam bahaya bukanlah sifat yang buruk.
Apalagi dikatakan takut dengan takdir Tuhan. Justru menjauhi bahaya (mafsadat) jauh lebih penting dan sesuai dengan hakIkat beragama itu sendiri. Salah satu fungsi beragama adalah menjaga jiwa dari bahaya yang mengancam (hifdzu al-nafs).

Mencari Takdir Baik Corona

Riwayat hadits di atas sejatinya juga dapat dijadikan rujukan untuk menjaga diri dari bahaya penyebaran Virus Corona (Covid-19) yang sedang melanda negeri dan dunia.

Penyebaran virus Corona di seantero negeri juga terus meningkat. Korban meninggal dan sakit terus berjatuhan. Virus Corona tidak hanya menyerang kalangan awam alias masyarakat kelas menengah ke bawah.

Kelompok kelas menengah ke atas juga banyak yang menjadi korban. Bahkan sejumlah dokter dan petugas medis yang sangat familiar dengan virus, bakteri, dan ragam penyakit juga menjadi korban.
Para pekerja medis ini menjadi korban karena tertular dari pasien yang sebelumnya telah terinveksi virus Corona. Salah satu penyebabnya karena alat pelindung diri (APD) pekerja medis saat menangani pasien Corona belum benar-benar sesuai dengan standar WHO (World Health Organization).

Melalui sejumlah media, kita menyaksikan para petugas medis terpaksa memakai jas hujan sebagai APD saat menangani pasien Corona.

Mengingat penyebaran Covid-19 terus meningkat dan merata di senatero negeri, maka tidak ada pilihan lain, sebagai warga kita mesti mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan pihak berwenang.
Karena pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan kebijakan social distancing (pembatasan sosial), misalnya, maka warga masyarakat harus mengikuti. Pembatasan sosial adalah serangkaian tindakan pengendalian infeksi nonfarmasi yang bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular.
Bahkan jika suatu saat pemerintah pusat menetapkan kebijakan lockdown (penutupan akses dari dalam atau luar) daerah tertentu, maka warga masyarakat juga harus mematuhi.

Pada intinya, dalam suasana penyebaran Virus Corona yang tidak terkendali ini, kita mesti sami’na wa atha’na dengan ketetapan pihak yang berwenang, yakni pemerintah.

Tetapi penting dipesankan agar pemerintah transparan dengan data penyebaran Covid-19. Pemerintah tidak boleh menutup-nutupi data Covid-19 dengan alasan apapun.

Taat Social Distancing

Masyarakat harus benar-benar mematuhi peraturan social distancing dengan mengurangi kegiatan di luar rumah. Kebijakan ini tentu tidak mudah, terutama bagi para pekerja harian. Sebab, hanya dengan bekerja itulah asap dapurnya terus mengepul.
Untuk kelompok masyarakat ini pemerintah harus mencarikan jalan keluar supaya mereka terjaga dari bahaya Corona dan tetap bertahan hidup secara layak.

Larangan berkegiatan di luar rumah juga berlaku untuk umat beragama. Sementara waktu, umat beragama harus menahan diri untuk tidak beribadah di masjid, gereja, dan rumah ibadah lainnya.

Pengajian agama atau acara seremonial lain yang potensial melibatkan pengumpulan massa harus dihentikan. Pada konteks inilah imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, NU, dan ormas keagamaan lain harus dipatuhi.

Dengan meminjam kaidah: menghindari bahaya harus lebih diutamakan daripada mewujudkan kebaikan (dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih)”, untuk sementara kita harus bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah.
Dalam situasi yang sangat sulit dipastikan siapa yang sedang terkena Virus Corona dan siapa yang bebas dari Virus Corona inilah sikap kehati-hatian penting dikedepankan.

Semua Sakit kecuali Terbukti Sehat

Dengan meminjam istilah Dr M Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, bahwa dalam situasi yang tidak menentu ini berlaku kaidah: “Semua orang pada dasarnya sakit, kecuali yang telah terbukti sehat.”

Pola pikir ini penting juga untuk menjaga diri supaya terhindar dari tertular Virus Corona. Menjaga diri agar terhindar dari wabah Corona merupakan ikhtiar yang rasional untuk memperoleh takdir terbaik dari Allah SWT.

Dalam situasi wabah penyakit yang demikian pandemik, jangan ada pikiran fatalistik. Mereka yang fatalistik ini selalu menyatakan bahwa hidup, mati, sehat, dan sakit merupakan takdir Tuhan.

Pernyataan tersebut sepintas benar, meski sejatinya mengandung banyak kesalahan. Hal itu karena yang dinamakan takdir sesungguhnya adalah ketetapan Tuhan sesuai dengan hukum-hukum-Nya (sunnatullah).

Hukum Allah menentukan bahwa seseorang akan sakit jika tidak membiasakan diri hidup dengan sehat. Sebaliknya, kondisi sehat yang dialami seseorang tidak berarti tanpa ikhtiar. Mereka yang sehat pastilah orang yang menjaga dirinya dari bahaya terserang penyakit.

Penting juga dipahami, bahwa yang sering kita namakan sebagai takdir biasanya terkait dengan persoalan sudah benar-benar terjadi. Padahal semua tahu bahwa takdir seseorang masih misterius. Hanya Alah yang Maha Tahu, apa takdir kita.
Karena itulah senyampang masih ada kesempatan untuk memilih takdir: terkena Virus Corona karena perilaku sembrono kita atau terbebas dari wabah Corona karena kemampuan menjaga diri kita.

Maka sebagai pilihan rasional tentu kita akan memilih takdir yang terbaik. Harus diingat, bahwa di ujung pilihan (ikhtiar) kita itulah ada takdir Allah SWT.

Jadi, tidak lagi dipertentangkan, Corona antara takdir dan ikhtiar.
Sumber :  pwmu.co
Setelah membaca teks di atas, mari kita isi kuis berikut ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fungsi

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su