Berburu Sapi Sampai ke Lereng Penanggungan


Alhamdulillah, semoga tahun ini kita masih diberikan kesempatan untuk menunaikan salah satu perintah Allah untuk berkurban(QS Al Kautsar : 2). Hukum kurban menurut para ulama ada perbedaan pendapat. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa hukum berkurban adalah wajib. Madzhab yang lain mengatakan bahwa kurban adalah sunnah muakkad. Artinya sunnah yang sangat dianjurkan sekali dalam Islam untuk ditunaikan. Mayoritas kaum muslimin Indonesia dan dunia memegang pendapat yang kedua.
Karena sangat dianjurkan maka sebisa mungkin kita dapat tunaikan setiap tahunnya dengan catatan ada kemampuan bagi kita masing-masing. Jika tidak maka tidak mengapa. Tidak ada konsekwensi tertentu bagi kita.
Ibadah kurban adalah ibadah yang memiliki dimensi sosial yang sangat luar biasa. Pada hari raya kurban atau idul adha semua umat Islam bergembira dengan bersama-sama merasakan salah satu kenikmatan Allah yaitu daging kurban. Baik itu kaya, ataupun miskin.
Kemarin, beserta beberapa Bapak-bapak Muhammadiyah kami berangkat menuju salah satu desa yang ada di lereng gunung Penanggungan. Nama Desanya pernah saya ulas dalam blog ini yaitu Desa Jedong Watonmas. Desa Jedong Watonmas adalah desa yang berumur ribuan tahun. Dikatakan demikian karena desa ini sudah ada sejak jaman kerajaan Kahuripan pimpinan Prabu Erlangga. Di Jedong sendiri diyakini sebagai pusat pemerintahan Kahuripan kala itu. Di sini kita dapat temukan beberapa peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan Candi semisal Candi Lanang dan Candi wadon. Di sana juga ada Candi Pasetran yang saat ini hanya berupa tumpukan bata saja. Belum ada sentuhan renovasi yang dilakukan pemerinta. Di Jedong juga ditemukan beberapa prasasti dari kuningan yang menceritakan tentang kerajaan Kahuripan masa lampau.
OK...Back to Topic
Kami sampai di sana sekitar pukul setengah tiga. Setelah basa-basi dengan blantik, maka kami diajak keliling ke kandang sapai untuk ditunjukkan sapi yang dijual  olehnya. Kandang pertama adalah daerah barat agak jauh sekitar 200m dari rumah blantik. Di sana terdapat beberapa sapi yang memang dijual dengan harga di bawah 10 juta. Sapinya agak kecilan dari pada sapi pada umumnya. Sebagian besar adalah jenis sapi jawa yang berbulu putih dan sapi Bali yang berbulu merah.
Harga jualnya pun membuat kami kaget. Ada kenaikan harga daripada tahun sebelumnya. Tahun kemarin kami dapat harga 6,9juta dengan ukuran sapi yang sama saat ini. Sekarang harga dibuka dengan harga 7,5juta. Lebih maham 600rb dari sebelumnya. Kami menghitung kembali kekuatan untuk membelinya. Hal ini disebabkan karena dana kami sangat minim. Tawar menawar kami lakukan. Harga hanya dapat turun 100rb saja. Alhamdulillah. Kami putuskan yang ini kami jadi beli. Tanda jadi kami berikan 1juta rupiah.
Kami beralih ke kandang lain. Di sana kami ditunjukkan sapi dengan harga yang di atas 10 juta. Besar-besar dan rata-rata sapi peranakan dengan sapi Australia. Harga dibuka dengan harga 11 juta -  12 juta. Kami yang memang berencana membeli dengan harga sekaian melakukan perbandingan dulu dengan tempat lain. hal ini disebabkan kita sudah terlanjur berjanji dengan pemilik sapi di kampung kami untuk melihatnya. Akhirnya kami cuma semayan saja, jika positif kami akan balik lagi. Sementara bapak-bapak yang lain dari kampuing sebelah sudah positif dua sapi untuk dikirim H-1.
Kami pulang kembali. Turun menyusuri jalanang NGoro Industri. Dalam benak saya. Bagaimana sih gambaran kehidupan Kerajaan Kahuripan dan Prabu Erlangga dulu disana. Mengingat daerahnya kering dan jarang air.

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.