Langsung ke konten utama

PB 2 SKI Kelas 8 : Para Penguasa Daulah Abbasiyah dan Silsilahnya

 c. Para Penguasa Daulah Abbasiyah 

Daulah Abbasiyah berkuasa selama lima setengah abad (132 – 656 H / 750 – 1258 M). Dalam masa kekuasaannya tersebut ada 37 khalifah yang pernah memimpin, mereka telah banyak mengukir prestasi dalam berbagai bidang seperti, kemajuan di bidang administrasi pemerintahan, kemajuan bidang ilmu pengetahuan, kemajuan bidang politik, kemajuan bidang militer, kemajuan bidang ekonomi, arsitektur, dan sebagianya.

  1. Abul Abbas As-Saffah (Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas), (750 – 754 M).
  2. Abu Ja’far Al-Mansyur (Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas), (754 – 775 M). 
  3. Al-Mahdi (Muhammad bin Abu Ja’far Al-Mansyur), (775 – 785 M). 
  4. Musa Al-Hadi (Musa bin Al-Mahdi bin Al-Mansyur), (785 – 786 M)
  5. Harun Ar-Rasyid (Harun bin Al-Mahdi bin Al-Mansyur), (786 – 809 M).
  6. Al-Amin (Muhammad bin Harun Ar-Rasyid), (809 – 813 M)
  7. Al-Ma’mun (Abdullah bin Harun Ar-Rasyid), (813 – 833 M)
  8. Al-Mu’tashim (Muhammad bib Harun Ar-Rasyid), (833 – 842 M)
  9. Al Watsiq Billah (Harun bin Al-Mu’tashim bin Ar-Rasyid), (842 – 847 M).
  10. Al Mutawakkil ‘Alallah (Ja’far bin Al-Mu’tashim bin Ar-Rasyid), (847 – 861 M).
  11.  Al-Muntashir Billah (Muhammad bin Al-Mutawakkil bin Al-Mu’tashim), (861 – 862 M).
  12. Al-Musta’in (Al-Abbas bin Al-Mutawakkil), (862-866 M).
  13. Al-Mu’tazz Billah (Muhammad bin Al-Mutawakkil bin Al-Mu’tashim), (866 – 869 M).
  14. Al-Muhtadi Billah (Muhammad Al-Watsiq bin Al-Mu’tashim), (869 – 870 M)
  15.  Al-Mu’tamad ‘Alallah (Ahmad bin Al-Mutawakkil bin Al-Mu’tashim), (870 – 892 M)
  16. Al Mu’tadhid Billah (Ahmad bin Al-mUwaffaq Thalhah bin Al-Mutawakkil bin Al-Mu’tashim), (892 – 902 M)
  17. Al-Muktafi Billah (Ali bin Al-Mu’tadhid), (902 – 908 M)
  18. Al Muqtadir Billah (Ja’far bin Al-Mu’tadhid), (908 – 932 M).
  19. Al-Qahir Billah (Muhammad bin Al-Mu’tadhid), (932 – 934 M).
  20. Ar-Radhi Billah (Muhammad bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid), (934 – 940 M).
  21. Al-Muttaqi Lillah (Ibrahim bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid), (940 – 944 M).
  22. Al-Mustakfi Billah (Ali bin Al-Mu’tadhid), (944 – 946 M).
  23. Al-Muthi’ Lillah (Al-Fadhl bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid), (946 – 974 M).
  24. At-Thai’ Lillah (Abdul Karim bin Al-Muthi’ bin Al-Muqtadhid), (974 – 991 M)
  25. Al-Qadir Billah (Ahmad bin Ishaq bin Al-Muqtadir), (991 – 1031 M).
  26. Al-Qaim Biamirillah (Abdullah bin Al-Qadir Billah), (1031 – 1075 M).
  27. Al-Muqtadi Biamirillah (Abdullah bin Muhammad bin Al-Qaim Biamirillah), (1075 – 1094 M)
  28.  Al-Mustazhhir Billah (Ahmad bin Al-Muqtadi Biamirillah), (1094 – 1118 M)
  29. Al-Mustarsyid Billah (Al-Fadhl bin Al-Mustazhhir Billah), (1118 – 1135 M).
  30. Al-Rasyid Billah (Mansyur bin Al-Mustazhhir Billah), (1135 – 1136 M).
  31. Al-Muqtafi Liamirillah (Muhammad bin Al-Mustazhhir Billah), (1136 – 1160 M).
  32. Al-Mustanjid Billah (Yusuf bin Al-Muqtafi Liamirillah), (1160 – 1170 M)
  33. Al-Mustadhi’ Biamirillah (Al-Hasan bin Al-Mustanjid Billah), (1170 – 1180 M).
  34. An-Nashir Lidinillah (Ahmad bin Al-Mustadhi Biamirillah), (1180 – 1225 M).
  35. Az-Zahir Biamirillah (Muhammad bin An-Nashir Lidinillah), (1225 – 1226 M).\
  36. Al-Mustanshir Billah (Mansyur bin Az-Zahir Biamirillah), (1226 – 1242 M).
  37. Al-Musta’shim Billah (Abdullah bin Al-Mustanshir Billah), (1242–1258 M)
d. Pohon Silsilah Daulah Abbasiyah




Bingkai Khazanah :
  • - Daulah Abbasiyah menerapkan sistem pemerintahan Monarki, dimana Khalifah dipilih berdasarkan garis keturunan dan rakyat harus tunduk menrimanya.
  • - Di Indonesia menerapkan Demokrasi Pancasila, dimana Presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum (PEMILU)


Setelah membaca teks di atas. Silakan isi kehadiran anda pada formulir berikut ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fungsi

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su