PB 15 NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (Bagian 2)

 2. Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia 

a. Kearifan Lokal di Jawa 

1) Tahlilan

Istilah tahlilan berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hallala-yuhallilutahlilan, artinya membaca kalimat la ilaha illallah yang mengandung makna sebuah pernyataan bahwa tiada Tuhan selain Allah. Kalimat tahlil dan rangkaian bacaan dalam tahlil tidak lain hanyalah mengesakan dan mengingat Allah serta taqarub ilallah, yaitu upaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. 

Adapun budaya tahlil mempunyai pemahaman bahwa rangkaian kalimat dari bacaan tawasul, bacaan yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits sampai doa yang dibaca sendiri maupun dipimpin oleh seorang imam dan diikuti oleh beberapa orang, baik untuk hajat sendiri maupun orang lain. Semua itu dimaksudkan lid du’a, yaitu berdoa kepada Allah dan mendoakan diri sendiri ataupun orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Budaya tahlil ini juga mempunyai makna; ukhuwah, syiar, pembelajaran dan ajakan untuk senantiasa berdzikir kepada Allah dan membiasakan diri membaca Al-Qur’an serta berdoa minta ampunan dan pertolongan kepada Allah Swt. 

Acara tahlil ini biasa diselenggarakan kapan pun (malam, pagi, petang) dan di mana saja (mushala, rumah, atau di kantor), baik pada acara khusus tahlil maupun pada acara-acara tertentu sepanjang dalam koridor kebaikan. 

2) Pengajian 

Kegiatan pengajian adalah menyampaikan materi-materi keagamaan kepada orang lain juga mempunyai makna dakwah, yaitu menyeru orang lain untuk meninggalkan perkara yang dilarang oleh Allah dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah untuk mendapatkan ridha-Nya. Orang yang menyampaikan materi-materi keagamaan di acara pengajian biasa disebut mubaligh, ustadz, atau da’i, yaitu orang yang menyeru/mengajak kepada orang lain ke jalan Allah. Ragam dan jenis pengajian sangat variatif. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor lain antara lain tempat, waktu, metode, peristiwa, peserta/pengunjung, dan penyelenggara. Dari situ, muncul macam-macam istilah pengajian seperti pengajian Ahad Pon, Jum’at Wage, Ahad pagi, malam Jum’at, pengajian umum, pengajian akbar, pengajian padang bulan, pengajian haji, pengajian pengantin, pengajian bapak-bapak, pengajian ibu-ibu, bandongan, sorogan, dan sebagainya. 

3) Peringatan 

Hari Besar Islam Kegiatan yang biasa disingkat PHBI ini adalah suatu acara untuk memperingati peristiwa-peristiwa besar (penting) yang terjadi dalam sejarah Islam, seperti Kelahiran Nabi Muhammad Saw, Isra’ Mi’raj, Hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, Nuzulul Qur’an, Idul Fitri (usai menjalankan ibadah puasa Ramadhan), dan Idul Adha (meneladani kisah Nabi Ismail As. dan Ibrahim As.). Perayaan hari-hari besar tersebut ditandai dengan kegiatan ibadah, seperti ceramah agama, puasa, membaca shalawat, maupun shalat. 

4) Sekaten 

Kegiatan ini merupakan upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. (Maulud) di lingkungan Kraton Yogyakarta. Selain pada momen Maulud, upacara Sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Dalam perayaan ini, gamelan Sekaten diarak dari keraton ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum tanggal 12 Rabi’ul Awal.

Grebek Maulud Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabi’ul Awal, Sultan beserta pembesar Kraton Yogyakarta hadir di Masjid Agung. Acara dilanjutkan dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. dan ceramah agama. 

6) Takbiran 

Kegiatan ini dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushala. Tidak jarang kegiatan dilakukan berkeliling kampung atau melintasi jalan raya sebagai syiar dakwah (takbir keliling). 

7) Likuran 

Budaya ini diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Kearifan lokal tersebut masih berjalan dengan baik di lingkungan Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran berasal dari kata selikur yang berarti dua puluh satu. Perayaan tersebut diselenggarakan dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul Qadar yang menurut ajaran Islam diyakini terjadi pada sepertiga terakhir bulan Ramadhan. 

8) Megengan 

Upacara ini diadakan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh beduk yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua umat Islam wajib melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara dengan baik di daerah Kudus dan Semarang. 

9) Suranan 

Dalam penanggalan Jawa, bulan Muharram disebut Suro. Pada bulan tersebut, masyarakat biasa berziarah ke makam para wali. Selain itu, mereka membagikan makanan khas berupa bubur suro yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt. 

10) Nyadran 

Nyadran adalah sebutan masyarakat Jawa untuk ziarah kubur. Kegiatan ini bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka dengan melakukan ziarah dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain, nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang waktu Zhuhur. 

11) Lebaran Ketupat Kegiatan ini disebut juga dengan bakda kupat yang dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.