Langsung ke konten utama

Sahur Kerinan

Pagi ini, untuk kesekalian kali kami makan sahur kerinan. Kadang hanya seteguk air, kadang pula masih bisa menyantap beberapa kepal nasi meski harus berburu dengan waktu adzan subuh. Kerinan  adalah bahasa jawa yang artinya kesiangan.  Dalam bahasa jawa, kata kerinan digunakan untuk seseorang yang bangunnya kesiangan. Biasanya bangunnya di atas waktu subuh dan tidak sempat melaksanakan sholat subuh. Sementara matahari sudah terlihat nampak tinggi. Dalam dimesi sahur kerinan  memiliki dua makna. pertama memang nyata kita tidak bangun sebelum subuh. Makan minum untuk santap sahur pun terlewatkan.
Makna kedua kita bangunnya mepet dengan waktu subuh. Orang Indonesia menyebutnya dengan istilah sudah masuk waktu imsya'. Waktu imsya' sendiri dimaknai sebagai waktu untuk mulai menahan diri dalam makan dan minum karena hampir subuh. Sebagian orang yang awam mengatakan hal tersebut sudah haram untuk makan. Padahal sebenarnya masih sah dan dibolehkan. Dalam definisi ke dua ini. Selama Ramadhan kami beberapa mengalami. Rasanya sesuatu banget.
Kami berburu dengan waktu. Makan dan minumnya terburu. Sungguh tidak islami. Sementara itu anak sulung kami, Haedar sulit untuk dibangunkan. Suatu kali dia hanya minum susu saja. Siangnay dia kelihatan lemas tak bersemangat. Bahkan dia nyaris membatalkan puasa. Mokel.
Ah ternyata almarn tidak banyak menolong. Karena seharian kmrn kami sibuk bekerja membersihkan rumah dan mengecat sebagai persiapan Lebaran. Badan pegal tidak terkira. Akibatnya Sahurnya kerinan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...