Langsung ke konten utama

Bagaimana Hukumnya Beramal dengan Harta yang Tidak Halal

Suatu malam saya berbelanja kain di sebuah toko kain terkenal di Porong. Biasa, hanya untuk membelian seragam sekolah teman-teman SD Muhammadiyah 1 Gempol yang memang sebentar lagi akan mengadakan perpisahan. Rencananya, pada perpisahan kelas VI tersebut seragam baru akan dipakai. Guna memburu waktu penjahitan kurang dari sebulan bahan dibagi. Sehingga kemungkinan waktu perpisahan sudah kompak berseragam.
Kainpun telah dipilih. Atasan batik warna merah bata. Sekilas kubaca, Batik Cibulan nomor sekian sekian. Gambar bagus kayak batik Sidomukti Papringan Magetan. Tapi jauh memang secara kualitas. Wong ini harganaya 45rb berbanding 130rb. Gak masalah lah. Bawahan kuambilkan warna merah gelap. klop.
Ada pemandangan menarik kala saya berbelanja. Sirine polisi emraung di depan toko. Kulihat oh, ada motor patroli berhenti kemudian seorang petugas masuk untuk belanja kain. Lamat-lamat kudengar percakapan polisi itu dengan pramuniaga. Ternayata polisi itu mengambil kain hijau yang panjangnya sekitar 3,5 meter saja.
Rasa penasaran saya tanya. "buat apa pak ?"
Polisi itu menjawab. "Oh, untuk sket jamaah musholla"
Saya jawab " ohhhh...kirain untuk keranda mayat...Hehehehe"
Polisi ini kemudian berkata "Kerjaan saya kan memang buatmangkel orang pak, Makanya supaya bersih saya belanja yang beginian"
Gumanku "HHHMmmmMMMm......mudah2an uang yang dipakai halal bukan hasil sogokan (uang damai)...sama saja amal dengan barang haram...bagai wudhu dengan air kencing"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...