Saya awali tulisan ini dengan judul Nasib Guru. Ya, tidak ada yang salah dengan judul itu. Nasib Guru. Karena saya menggunakan judul Nasib, seolah-olah dikonotasikan pada suatu keadaan dimana subyek berada dalam kondisi yang tidak mengenakkan, memprihatinkan dan kadang mendapat intimidasi dan perlakuan yang tidak pantas. Padahal kalau dilihat subyek yang dimaksud adalah guru. Padahal pada pandangan banyak orang guru saat ini diasosiasikan sebagai figur yang sudah mendapatkan kesejahteraan luar biasa. Gajinya dobel, namun banyak yang kinerjanya asal-asalan. Kerjanya cuma menunggu waktu pulang saja. Akhlaknya banyak yang bejat dan tidak bermoral. Pencabulan dan lain sebagainya. Padahal guru sudah digelontor dengan dana besar oleh pemerintah. Apa hasilnya ? Cuma dekadensi moral, seks bebas dan juga tawuran. "Inikah hasil kerjamu ?" Demikian ditulis oleh seorang aktivis LSM yang katanya antikorupsi dari Malang. Hehehe.....entah anti beneran atau anti kalau tidak dapat bagian....
Saya tidak memungkiri, saat ini payung hukum pemberian Tunjangan Profesi Pendidik sudah ada dan telah dilaksanakan. pada sebagian guru pada kenyataannya pemberian TPP sudah berlangsung lama. dari sini pula kesejahteraan mereka meningkat. Jangan heran pula jika mereka sudah punya mobil pribadi dan mampu naik haji. tak ada yang salah. dan tidak pula semestinya mereka selalu dirujuk kayak Umar Bakri yang kemana-mana harus pakai sepeda kumbang. Memang saat ini masih ada di pasaran sepeda kumbang ? Kalu si LSM punya, tolong bawah ke rumah satu saya mau beli....
Saya juga tidak menutup mata, kalau ada guru yang dapat TPP tetapi kinerjanya masih amburadul, asal-asalan. Kinerjanya tidak ada peningkatan, stagnan. Memang itu kenyataan. Tapi pertanyaannya ? Apa semuanya kayak begitu ? tentu tidak kan. Tentu dari sekian juta guru ada yang masih baik. Kinerjanya bagus, produktif dalam menulis dan tentunya tidak berfikiran kapitalis sebagaimana yang dituduhkan.
Lantas bagaimana dengan mereka yang kinerjanya tidak baik ? wah ini sih tugasnya bapak pengawas dan pimpinan mereka untuk membina, meng-upgrade bahasa kerennya supaya skill atau ketrampila yang dimiliki meningkat. Ibarat mesin saja perlu diservis apalagi guru ? Kalau hanya dicemo'oh saja ya tidak mendatangkan keuntungan bagi semuah pihak. Untuk guru, seharusnya memang harus sadar diri, merabah tengkuknya masing-masing. Namanya juga jaman bereubah, kalu tidak berubah ya mana bisa mengikuti perkembangan jaman
Terus bagaimana ya amoral ? Hehehehe....saya yakin cuma segelintir. Masak semua guru amoral. Lah lucu mbak. Kalaupun ada kan tidak semua. Kalaupun ada ya personnya, bukan profesinya. Sama halnya orang Islam, kristen yang maling kan tidak semuanya orang Islam atau Kristen Maling. Sama halnya jika ada anggota LSM yang suka "ngamen" baik di kantor pemerintahan dan juga menakuti kepala sekolah kan tidak semuanya kayak gitu. Mungknin hanya oknum saja. Karenanya kita harus sportif dalam menilai sesuatu. Tidak dapat kemudian kita nilai dengan cara generalisasi. Ingat loh, model generaluisasi dalam penelitihan ilmiah itu lemah loh.
Kemudian, "Inikah hasilmu ?"
Seolah-olah keadaan saat ini adalah buah karya guru saja. Orang yang ngomong begini kalau dia tidak berpendidikan gak masalah. Tapi kalau yang ngomong minimal sudah jadi orang tua, atau pernah kuliah ingin rasanya tak tapok pipine dengan mesrah. Kenapa ? Pertama, Kalau dia sudah berumah tangga dan dia punya anak, saya yakin pasti dia sering ngajari anak-anaknya sesuatu. sadar atau tidak. Pendidikan pertama dan utama kan dari orang tuanya, di rumah. jkalau pendidikannya baik yang sudah bisa dikatakana selangkah ditempuh insyaallah jadinya anak ke depan baik. Namun, jika sebaliknya. Orang tuanya gak ngreken blas anaknya ya pastilah anaknya sulit jadi orang baik. Anaknya ditinggal da cukup dipasrahkan sama pembantunya. Alamat. Apalagi bikinnya gak pake bismillah....Hehehe...
Kedua, Pendidikan juga terjadi di masyarakat dan pergaulan. Jika masyarakatnya baik, pergaulan dan temen-temannya baik ya mungkin sudah dua langkah ada dalam genggaman. Coba pernah nggak kita mengawasi pergaulan anak kita....
Ketiga, kemana anak sampean disekolahkan ? kemana mereka ngaji ? Kalau mereka ada penarikan biaya dan wajar jumlah dan prosedurnya, ya gak usah terlalau banyak dipersoalkan. Kalaupun katanya semua sudah dicover sama pemerintah ? Yang mana yang dicover tolong juga tunjukkan. Wong cuma iuran 30rb sebulan saja sudah dipersoalkan pake bawah wartawan dan LSM segala. Padahal kalau dihitung sehari kan cuma seribu. Selevel dengan kencing sekali di ponten. Coba bilang air yang digunakan [ponten dan tanah yang ditempati milik negara ?
----
Edisi spesial Hari Guru
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.