Langsung ke konten utama

Agama Baru Itu Bernama Sepak Bola

Abad 21 telah kita masuki. Banyak orang berpendapat bahwa abad ini banyak orang berbondong-bondong mencari ketenangan spiritual. Setelah pada abad sebelumnya orang telah terlena dengan falsafah komunis dan juga kapitalis. Mengganggap Tuhan telah mati dan kebahagiaan hanya diukur dengan pencapaian materi, maka pada abad ini akan terjadi sebaliknya. Kegersangan spiritual akan menuntun manusia kembali kepada fitrahnya. Kemana lagi jika tidak kembali kepada agama dan mencari kebenaran Tuhan.
Pendapat ini bisa dianggap benar. Namun juka bisa dianggap salah. Dianggap benar karena pada saat ini tren keagamaan manusisa meningkat. Rumah ibadah terutama masjid ramai didirikan. Seminar-seminar serta kegiatan tabligh masalah agama kerap kali dilakukan. Pakaian pun demikian, banyak orang kemudian menggunakan simbol-simbol agama dalam kehidupan. Semua jika dibuat generalisasi akan mengindikasikan bahwa pola keberagamaan manusia pada abad ini meningkat tajam. Jika semula orang acuh terhadap agama, maka pada abad ini mereka kembali kepadanya.
Namun, di sisi lain seahrusnya kita merasa prihatin. Keprihatinan kita terutama menyangkut kualitas beragama itu sendiri. Meminjam istilah Amien Rais, pola tauhid manusia tidak berdampak secara sosial. Kita lihat orang berbondong-bondong memakai simbol agama, naik haji, sholat, mengerjakan puasa serta mendirikan rumah ibadah, Namun secara haqiqi semuanya hanya menyangkut kebutuhan keberagamaan personal saja. Pola keberagamaan manusia abad ini tidak menyentuh level yang lebih umum, misalnya pola peribadatan membekas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Terbawa dalam iklim kerja dan membentuk masia beragama tidak hanya pribadi tetapi juga sosialnya.
Kita lihat buktinya, mereka yang katanya beragama toh pada akhirnya tertangkap korupsi, tertangkap tidur dengan wanita yang bukan isterinya. Menerima suap, menyuap dan lain sebagainya sebagai bentuk perlakuan keji.

Agama Abad 21
banyak orang memandang sejatinya agama abad 21 bukanlah kebangkitan agama samawi ataupun agama bumi. Ternyata kebangkitan agama yang dimaksud adalah sesuatu yang dapat menyatukan. Sesuatu yang dapat menghipnotis manusia untuk melakukan sesuatu meski dalam keadaan payah sekalipun. Mampu mendatangkan manusia ke suatu negeri dengan dana pribadi yang tak ternilai. Membuat manusia bersikap ekstrem dalam pembelaan. Jangankan harta, nyawa mereka pertaruhkan.
Ternyata agama yang mampu membangunkan manusia dari tidurnya pada dini hari hanya untuk sekedar nonton TV itu bernama sepak bola. Iya, sepak bola. Boleh percaya atau tidak.Gara-gara bola semuanya bisa dinomorduakan. Apalagi hanya sekedar persoalan agama. Sholat misalnya,
Padahal kalau mau jujur, sejatinya sepakbola adalah romantisme masa kecil seseorang. Bereebut sesuatu, menendangnya dan kemudian berteriak kegirangan. Kalau mau jujur, mengapa harus berebut sebuah bola. Beri saja mereka satu satu biar tidak terjadi perkelahian di antara mereka.
Ya, agama itu bernama bola. Ayo nanti jam 2 bangun. Ada liga champion Chelsea.......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fungsi

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su