Langsung ke konten utama

Perilaku Imitasi Anak

Anak atau balita adalah buah hati bagi orang tuanya. Saat-saat itu adalah saat mulai perkembangannya. Baik Phisik maupun psikisnya. Tingkahnya kadang bikin gemas dan sangat menyenangkan. Celotehnya akan membuat kangen siapa saja. Dengan nada biacara yang agak cedal akan semakin menambah menarik tutur katanya. Polos dan tidak dibuat-buat. Itulah anak kecil. Beda dengan kita yang sudah dewasa.
Anak kecil ibaratnya kain putih. Itu yang kudapat dari bangku kuliah dulu. Terserahlah kedua orang tuanya. Mau dikemanakan dia. Akan dicat apa dia. Dibentuk seperti apa dia. Karena dengan pengaruh kedua orang tuanya ini dia kelak akan tumbuh dan menjadi manusia. Jika pola penerapannya baik, mudah-mudahan baik pula hasilnya. JIka pola pengasuhannya salah bisa jadi salah pula hasilnya.
Seorang anak akan melihat orang tuanya sebagai figur utama yang layak dicontoh sebelum mencontoh lainnya. Komunikasi keseharian akan terekam dengan sendirinya dalam benak anak. Perkemanan itulah nantinya akan menjadi semacam rujukan bagi anak untuk berbuat atau bertutur. Hal inilah yang disebut sebagai proses imitasi. Proses meniru apa yang pernah dilihat atau didengarnya. Jika dia pernah melihat orang tua makan sambil bicara. Maka akan dia contoh juga. Meskipun anak memang suka makan sambil bicara. Jika orang tua suka mengumpat dengan umpatan yang kotor di depan anak. Maka jangan heran jika suatu saat anak akan mengumpat di depan kita. So, hati-hati...
Orang tua adalah cermin bagi anak. Kata-kata bijak sering mengatakan, jika engkau ingin lihat engkau di masa kecilmu. Lihatlah anakmu. Anak adalah foto kopimu. Meskipun tidak seratus persen benar, tidak ada salahnya kita pedomani kata-kata itu agar kita tetap mawas diri dan berusaha agar dapat memberikan pelajaran yang terbaik bagi anak kita

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...