Dalam draft atau rancangan kurikulum 2013 terpampang jelas pembagian jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Jika kita cermati dengan seksama, sebetulnya perubahan yang terjadi tidak cukup signifikan pada tataran jam pelajaran. Perubahan mencolok memang terjadi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang semula umumnya diajarkan 2 Jam Pelajaran menjadi 4 Jam pelajatan per minggu. Demikian ada penambahan jam pelajaran untuk mata pelajaran PAI sebanyak 2 jam pelajaran. Perubahan juga kita dapati pada perubahan nama mata pelajaran PAI. Dalam kurikulum 2013 PAI mendapatkan tambahan kalimat Dan Budi Pekerti sehingga Menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Mengapa Budi Pekerti yang ditambahkan ke Pendidikan Agama Islam dan bukan pada pelajaran lain semacam PKN. Pendidikan Agama bagaimanapun juga sangat bermuatan nilai-nilai mulia. Karenanya dengan penekanan Budi Pekerti dengan sendirinya Penekanan Materi Akhlak menjadi prioritas utama.
Dalam Rembug Pendidikan Muhammadiyah Jawa Timur Jelang Kurikulum 2013 hal ini sangat disoroti oleh pembicara. Salah satu pembicara. Salah satu pembicara yaitu Prof. Zainuddin Maliki dengan tegas menyatakan seharusnya Karekter Bangsa atau Akhlak Mulia harusnya menjadi target utama dalam pendidikan kita. Hancurnya pendidikan karena sudah tidka mengindahkan nilai-nilai budi pekerti. Percuma diberikan penekanan pada kreatifitas dan inovasi jika masalah budi pekerti diabaikan.
Senada dengan Prof Zainuddin, Mendikbud ketika disoal saat sosialisasi Kurikulum dengan menaikkan jumlah jam PAI Mendikbud menjawab, "Justeru dengan menaikkan jam PAI inilah kami harapkan ada perbaikan akhlak dan karakter bangsa"
Jadi, jelas sudah bahwa perhatian kurikulum disamping pada nilai kreativitas siswa sehingga diharap menjadi bangsa yang kreativ, harapan besar lainnya adalah perbaikan akhlak dan karakter bangsa yang saat ini "dianggap" compang-camping.
Menurut saya, menambah jam pelajaran PAIDBP belum tentu bisa mengubah akhlak seseorang menjadi lebih baik. Ini dikarenakan ada banyak faktor internal dan eksternal dari lingkungan pendidikan dan keluarga si pesdik. Di antaranya:
BalasHapus(1) Terkadang (maaf jika ada yang tersinggung), guru yang mengajar hanya bekerja "kejar setoran" seperti karyawan. Yang penting target (kurikulum) terpenuhi, habis perkara. Di mana hal ini terkadang tidak mengindahkan perubahan faktual dari si pesdik.
(2) Lingkungan tempat anak (pesdik) bergaul, baik di rumah maupun (terutama) di tempat lainnya lebih dominan. Yang terkadang lebih banyak mengandung virus negatif dari yang positif.
(3) Orang tua, yang terkadang acuh tak acuh atas perkembangan keagamaan si anak. Kebanyakan ortu lebih memperhatikan perkembangan anak dari sisi akademis yang ke arah profesi atau keduniaan saja. Sementara nilai keagamaan hanya pendukung untuk memenuhi prestasi di sekolah.
Namun demikian, dengan adanya perubahan ini semoga ada perbaikan yang memang benar-benar signifikan.
Terima kasih atas kunjungannya. Saya sampaikan salam kenal juga. Saya juga sependapat dengan tanggapan saudara tentang hal-hal di atas. Namun disini saya juga akan urun rembug demi kebaikan kita bersama sebagai insan pendidik.
HapusPertama, Memang dengan bertambahnya jam pembelajaran PAI tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan moral anak didik. Tetapi dengan bertambahnya jam pembelajaran PAI, justru akan menambah ruang interaksi anak dengan nilai-nilai keagamaan dan budi pekerti. Tentu semua kembali kepada guru bersangkutan bagaimana cara mengemasnya. Memang di banyak lembaga guru sudah kehilangan ruhnya. "mudah-mudahan saya dijauhkan dari sifat itu"
Kedua, Dengan bertambahnya jam proporsi pembelajaran agama bertambah. Ini banyak yang menyesalkan. Sebagian pihak mala berharap sebaliknya. Mereka bertujuan menghapus pendidikan agama dari sekolah. Prinsip saya, kalau kita tidak bisa mengubah semua. Ubahlah dulu diri kita dan orang yang ada di sekitar kita.
Ketiga, Pendidikan memang bersifat holistik. Dan ini sangat disadari dalam semangat kurikulum ini. Masalah moral sebenarnya bukan tanggungjawab guru PAI saja. Dulu memang ada PMP dan kemudian dihapus. Apa jadinya ? skrang kita dapat merasakan betul. Jadi karena holistik, seharusnya sekolah merupakan sebuah tim. Tujuan perbaikan tidka sepatutnya hanya dibebankan di pundak guru PAI saja. Lainnya kemana ?