Planet Nibiru? Maaf, Tidak Ada (di Langit)!


Kiamat 2012 mengklaim bahwa pada Jumat 21 Desember 2012 pukul 18:11 WIB mendatang Bumi kita bakal berbenturan dengan planet raksasa bernama Nibiru dengan titik bentur di Antartika. Benturan tersebut diklaim bakal menimbulkan bencana tak terperi yang belum pernah ada bandingannya dalam sejarah, mengingat dengan ukuran planet Nibiru yang dinyatakan sama besar dengan planet Saturnus, maka Bumi kita kalah jauh. Sehingga benturan dengan planet Nibiru bakal membuat Bumi terpental dan terkocok hebat yang berujung pada kematian besar-besaran makhluk hidup. Dinyatakan bahwa 1 dari 2 manusia yang hidup pada saat ini bakal musnah akibat bencana mahadahsyat tersebut.

Masalah utamanya adalah, apakah planet Nibiru itu benar-benar ada?

Bagi Kiamat 2012, planet Nibiru diklaim benar-benar ada. Permukaannya sangat gelap, sama gelapnya dengan aspal atau batubara, sehingga dinyatakan tak bisa dilihat mata manusia tanpa alat bantu. Planet Nibiru diklaim sudah teramati melalui teleskop, namun  seiring hegemoni AS dan konco-konconya dalam dunia perteleskopan maka data-data hasil pengamatan Nibiru dinyatakan sebagai data rahasia dan disembunyikan dari hadapan publik. Hanya sesaat sebelum 21 Desember 2012 saja planet Nibiru diklaim baru akan terlihat dengan mata tanpa bantuan alat optik apapun. Kejadian tersebut bakal menjadi momen dimana untuk pertama kalinya manusia benar-benar menyaksikan planet Nibiru setelah terakhir kalinya di masa Babilonia pada 3.600 tahun silam.

Benarkah demikian ?

Perkiraan Orbit


Gambar 1. Rekonstruksi orbit Nibiru (Nb) di antara orbit planet Merkurius (Me), Venus (V), Bumi (B) dan Mars (M) berdasarkan sejumlah asumsi dalam tulisan ini. Sumber : Sudibyo, 2012.

Secara astronomis ada-tidaknya planet Nibiru bisa diaproksimasi melalui aplikasi hukum Kepler 3 dan hukum gravitasi Newton untuk meramalkan profil orbitnya sekaligus sebagian karakteristik fisisnya melalui serangkaian asumsi. Dengan jalan demikian maka posisinya di langit dan kecemerlangannya (tingkat terangnya) dari waktu ke waktu dapat diprediksi hingga batas ketelitian tertentu. Ini merupakan prosedur standar yang juga berlaku bagi segenap benda-benda langit anggota tata surya, entah itu planet, satelit (alami), komet dan asteroid maupun benda-benda buatan manusia yang diorbitkan ke langit guna penjelajahan antariksa.

Mari terapkan untuk planet Nibiru. Benda ini diklaim terlihat terakhir kalinya pada 3.600 tahun silam sehingga bisa dianggap sebagai benda yang mengelilingi Matahari secara periodik dengan periode revolusi 3.600 tahun. Sehingga benda tersebut mengedari Matahari dalam orbit tertutup yang umumnya berbentuk ellips, bukan orbit terbuka (seperti parabola atau hiperbola). Benda ini dinyatakan bakal jatuh di Antartika pada 21 Desember 2012 pukul 18:11 WIB. Untuk mengetahui bagaimana profil orbitnya sebelum jatuh menumbuk Bumi dapat digunakan kasus jatuhnya meteor sebagai analog. Dengan demikian altitude Nibiru jika disaksikan dari titik tumbuknya adalah sebesar 45 derajat. Sebagai alat bantu perhitungan terdapat spreadsheet Calculation of a Meteor Orbit dari Marco Langbroek (astronom Dutch Meteor Society) yang bisa dimanfaatkan. Spreadshett tersebut perlu menyertakan data koordinat dan kecepatan heliosentris dalam tiga sumbu (X, Y dan Z) yang bisa diperoleh dari software Planeph 4.1 yang dikembangkan Bureau des Longitudes (Perancis).

Pada titik tumbuk Antartika (garis lintang 90 LS), perhitungan demi perhitungan menghasilkan fakta : agar Nibiru tetap memiliki orbit ellips, maka bila dilihat dari Antartika ia harus memiliki azimuth lebih dari 90 (arah timur) namun kurang dari 270 (arah barat). Jika kita ambil nilai azimuth sebesar 110, maka agar memiliki periode 3.600 tahun, Nibiru harus memiliki kecepatan bebas 43 km/detik (154.800 km/jam) pada 21 Desember 2012. Sehingga profil orbit Nibiru pun diperoleh sebagai berikut:

Perihelion  : 0,895 satuan astronomi
Aphelion  : 469,09 satuan astronomi
Setengah sumbu utama  : 234,99 satuan astronomi
Inklinasi orbit  : 66,5 derajat
Eksentrisitas  : 0,996
Titik nodal  : 89,804
Argument of perihelion  : 35,02
JD perihelion  : 2456305,708 (13 Januari 2013)

Dengan profil orbit tersebut, maka posisi Nibiru dari hari ke hari pun dapat dijejak menggunakan software pendukung seperti Starry Night.

Untuk karakteristik fisiknya, mari mulai dengan klaim bahwa Nibiru berukuran sebesar planet Saturnus sehingga dianggap memiliki diameter 120.000 km. Permukaannya diklaim sama gelapnya dengan aspal atau batubara. Dalam astronomi, aspal/batubara hanya mampu memantulkan 7 % cahaya Matahari yang mengenainya (memiliki albedo 0,07). Di tata surya masih terdapat benda langit yang gelap dibanding aspal/batubara, yakni inti komet yang rata-rata memiliki albedo 0,04. Mari anggap Nibiru memiliki permukaan tergelap sehingga diasumsikan mempunyai albedo 0,04. Menggunakan rumus hubungan albedo-diameter planet/asteroid, maka kita memperoleh nilai magnitudo absolut -6,28. Jika magnitudo absolut dan diameter sudah diperoleh maka nilai kecemerlangan (magnitudo semu) Nibiru dari hari ke hari dengan mudah dapat dideduksi oleh software pendukung seperti Starry Night.

Dari (Hampir) Seterang Sirius Hingga Seterang Bulan Sabit

Dengan seperangkat data tersebut, mari kita cek apakah Nibiru memang benar-benar ada di langit.


Gambar 2. Perbandingan hasil observasi langit timur dengan kamera DSLR tanpa bantuan teleskop/binokuler di Kebumen (Jawa Tengah) pada 15 Agustus 2012 (atas) dengan simulasi Starry Night untuk bagian langit yang sama pada lokasi dan waktu yang sama (bawah). Nampak hampir semua benda langit penanda teridentifikasi dalam observasi, kecuali Nibiru. Padahal Nibiru seharusnya ada di rasi Columba (tepat di ujung antenna) pada titik yang ditunjukkan anak panah dengan kecemerlangan hampir menyamai Sirius. Sumber : Sudibyo, 2012.
 
Pada Agustus 2012 software Starry Night memperlihatkan Nibiru berada di rasi Columba yang nampak di langit timur menjelang fajar menyingsing. Rasi Columba berdampingan dengan rasi Canis Major yang mudah dilihat karena adanya bintang terang Sirius (magnitudo semu -1,5) di sisi kiri serta rasi Carina yang juga mudah dilihat seiring adanya bintang terang Canopus (magnitudo semu -0,6). Ketiga rasi bintang tersebut mudah diidentifikasi karena posisinya saling berjejeran dan berdekatan dengan rasi Waluku (Orion) yang legendaris. Pada saat itu Nibiru memiliki magnitudo semu -1,1 sehingga seharusnya lebih cemerlang dibanding bintang Canopus dan hampir sama terangnya dengan bintang Sirius. Dan dengan nilai magnitudo semu demikian, tak dibutuhkan binokuler apalagi teleskop guna mengidentifikasinya mengingat cemerlangnya Nibiru adalah 630 kali lipat di atas ambang batas mata manusia untuk mendeteksi benda langit teredup.

Namun faktanya, observasi di Kebumen (Jawa Tengah) pada 15 Agustus 2012 pukul 04:00 WIB gagal mengidentifikasi adanya benda langit di rasi Columba yang secemerlang bintang Sirius. Padahal bintang-bintang redup dengan magnitudo semu hingga +4, yakni bintang-bintang yang 100 kali lebih redup dibanding Canopus, pun terdeteksi dengan mudah. Kita tak bisa berkelit kalau Nibiru saat itu masih sangat redup, sebab model matematis di atas sudah mengasumsikan permukaan Nibiru sebagai permukaan tergelap di tata surya. Dengan asumsi demikian dikombinasikan asumsi besarnya ukuran Nibiru seharusnya membuat pantulan sinar Matahari ke permukaannya mampu menjadikannya benda langit yang hampir sama cemerlangnya dengan bintang Sirius, meski jaraknya pada saat itu diperhitungkan sebesar 2,6 SA (390 juta km).

Hal yang lebih menakjubkan adalah pada awal Desember 2012. Saat itu Nibiru diperhitungkan sudah berjarak lebih dekat yakni 0,4 SA (60 juta km) dari Bumi sehingga seharusnya sudah lebih cemerlang lagi. Pada 2 Desember 2012 pukul 22:00 WIB, Nibiru seharusnya ada di langit timur di rasi Puppis (di bawah rasi Columba) dan berkedudukan di bawah pasangan bintang Sirius dan Canopus. Saat itu Nibiru seharusnya sudah sangat cemerlang dengan magnitudo semu -7,5. Sehingga saat itu Nibiru jauh lebih cemerlang dibanding bintang-bintang lainnya dan sudah secemerlang Bulan sabit. Faktanya observasi saat itu pun tidak melihat obyek yang sangat terang di langit, kecuali Bulan.


Gambar 3. Simulasi langit timur pada 2 Desember 2012. Nampak ada dua buah benda langit terang yang memiliki altitude hampir sama, yakni Bulan (kiri) dan Nibiru (kanan). Nibiru menjadi benda langit terterang kedua di malam itu setelah Bulan. Namun observasi menunjukkan saat itu hanya ada satu benda langit cukup terang, yakni Bulan saja. Sumber : Sudibyo, 2012.

Epilog

Jadi, mengapa benda langit yang seharusnya sudah demikian terang sehingga hampir menyamai kecemerlangan Sirius hingga Bulan sabit itu tidak ada? Kesimpulan sederhananya, karena planet Nibiru memang benar-benar tidak ada di langit. Planet Nibiru hanyalah mewujud dalam angan-angan (sebagian) manusia semata, namun tidak ada dalam kenyataan sesungguhnya.

Referensi :
Sudibyo. 2012. Membatalkan Kiamat 2012, Investigasi Planet Nibiru, Komet Elenin dan Badai Matahari. Yogyakarta : Kafeastronomi.com Publisher.

-----
Sumber : Ma'rufin Sudibyo

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.