Perhelatan ME-Confest 2012 yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jawa Timur usai sudah. Seperti biasa sebagaimana tahun-tahun sebelumnya muncul jawara-jawara yang itu-itu saja. Saya sendiri kurang consent dengan acara lombanya karena saya hanya mengikuti konferensi saja. Untuk lomba anak-anak saya sudah harus tersungkur di babak kedua lomba futsal. Perjuangan mereka tidak sia-sia. Meskipun kalah tetap kami apresiasi sebagai perjuangan yang besar. Besar pengorbanannya besar pula dana yang dikeluarkan untuk membentuk tim sekaligus mengikuti acara ini. Jadi meski kalah kami tetap bangga. Sebagaimana bangga kami terhadap Timnas Indonesia. Dalam konferensi ME-COnfest kemarin ada sebuah kalimat yang sangat menarik yang saya dengar dari salah satu pembicara saat itu. Sholikin Fanani atau Cak Sholihin kepala SD Muhammadiyah 4 PUcang Surabaya menuturkan ada satu pelajaran di sekolah kita Indonesia ini yang telah hilang dan ternyata pelajaran ini masih tetap diajarkan di Jepang. Kebetulan sebulan yang lalu beliau baru saja pulang dari Jepang untuk magang pendidikan di sana.
Saya jadi teringat jaman saya sekolah SD dulu. Saat SD kami semua siswa mendapat tugas piket bergilir. Tugas piket bukan sekedar hanya menyapu kelas dan membersihkan papan tulis saja. Tugas piket saat itu juga termasuk membersihkan halaman sekolah yang sebelumnya harus disiram dengan air biar tidak berdebu sekaligus menyejukkan. Kami siswa-siswi SD saat itu berlomba berangkat pagi ke sekolah pada giliran piket hanya untuk berebut menyiram halaman sekolah. Jangan dibayangkan kami menyiram halaman sekolah dengan menggunakan pompa air atau sanyo. Kami menyiramnya dengan gembor. Gembor adalah alat tradisional yang dibuat seperti tabung dengan ujung muka seperti sower, Berlubang kecil-kecil. Dari ujung lubang ini lah yang akan keluar air dengan rata untuk menyiram halaman. Air yang dimasukkan ke gembor kami timbah terlebih dahulu dari sumur di belakang sekolah yang kadang kala airnya habis karena musim kering. Kami mesti bersabar untuk menunggu air keluar sehingga kami dapat melanjutkan pekerjaan. Selesai menyiram langsung ada siswa yang menyambutnya dengan menyapu setiap harinya.
Begitulah berulang setiap hari. Setiap siswa ingin sekolahannya bersih dengan usahanya sendiri tanpa mengandalkan tukang kebun karena tukang kebun sendiri pekerjaannya sangat banyak. Namun kami ihlas melakukannya.
Namun jaman berlalu, kegiatan semacam ini tidak kami lihat lagi di sekolah-sekolah kita. Tidak masuk dalam kurikulum kita. Beda dengan pendidikan di Jepang. Hal ini masuk kurikulum sekolah. Anak dibelkali ketrampilan semacam ini. Beda Jepang beda kita. Orang tua pasti akan marah ketika anak disuruh negepel sekolah, WC atau kamar mandi. Padahal di Jepang bukan hanya ngepel lantai sekolah, WC dan kamar mandi. Bahkan anak-anak diajari mencuci pakainnya sendiri. Menjahit dan lain-lain.
Jika kita cermati, kurikulum yang diajarkan di Jepang lebih realistis dan kontekstual daripada kurikulum kita yang cenderung abstak dan tercabut dari dunia nyata anak. Semoga kurikulum 2013 akan lebih baik. Amin
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.