Buruh Vs Guru : Status Sama Nasib Beda

Kemarin, hari Senin saya terpaksa meluncur ke Surabaya. Tepatnya ke Kantor PT DMU, Daya Matahari Utama. PT DMU jangan dibayangkan sebuah perusahaan besar dan memiliki sekian ribu karyawan. PT DMU adalah perusahaan pelat biru. Jika pelat merah jelas milik pemerintah. Pelat biru adalah perusahaan istilah untuk Amal Usaha yang dimikiki oleh Muhammadiyah. Jadi PT DMU sendiri adalah milik Muhammadiyah. 
Tujuan utama saya pergi ke PT DMU adalah untuk mengambil pesanan kalender Muhammadiyah tahun 2013 milik PCA Gempol. Selain itu kebetulan saya hendak membayar tagihan SiPinter. SiPinter sendiri adalah aplikasi data sekolah online milik Muhammadiyah yang include dengan web sekolah. Tujuan lainnya adalah kepingin tahu saja ada tidaknya produk baru di PT DMU. Biasanya aksesoris Persyarikatan atau baju batik Muhammadiyah. 

Sepanjang perjalanan lancar-lancar saja. Namun sesampainya di Sidoarjo ada sedikit pemandangan tidak biasa. ratusan pengendara motor nampak berkonvosi di kisaran alun-alun menuju Pendopo. Dilihat dari atribut yang dibawa saya menduga mereka adalah para buruh yang berdemonstrasi menuntut UMR. Namun konvosi itu tidak sampai mengganggu arus lalu lintas. Perjalanan pun saya lanjutkan kembali. saat sampai di daerah Stadion Jenggala saya lihat para buruh sedang berkumpul disana. Jika dihitung jumlah mereka mencapai ribuan. Dugaan saya mereka akan memulai start dari sana. Mereka berkumpul dalam rangka menunggu rekan-rekan mereka lainnya yang belum datang.
Di area maspion juga terlihat iring-iringan berlawanan arah dengan saya. Di beberapa perusahaan saya lihat ada penjagaan yang super ketat dan terkesan berlebihan. Mungkin hal ini dilakukan untuk mencegah sweeping dari buruh lain ke purusahaan tersebut. Perjalanan saya lancar sampai di Waru. di depan pabrik paku tepatnya utara jembatan layang mulai terlihat macet dari arah berlawanan. Nampak beberapa korlap membawa megapon seraya berorasi di depan barisan buruh lainnya yang menutup jalan. Nampaknya mereka akan segera berangkat ke selatan menuju Kota Sidoarjo bergabung dengan rekannya yang lebih dulu sampai. Dalam benak saya, wah bakalan macet nih pulangnya. Bener saja pulangnya saya harus mencari jalan lain guna menghindari kemacetan di kota. saya terpaksa memutar lewat lingkar timur. Namun alhamdulillah perjalanan lewat sana lumayan lancar tanpa kendala. Pemandangan kanan kiri lebih segar karena masih banyak hamparan tanah kosongnya. Berbeda sekali ketika lewat dalam kota.
Melihat buruh demo tak ubahnya melihat diri sendiri saat tahun 1997-1999. Saat itu saya masih berstatus menjadi buruh di sebuah perusahaan di daerah Ngoro Industri Persada (NIP). Saya bekerja di PT Lingga Sakti Indonesia (PT. LSI). PT LSI sendiri adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang metal. PT LSI memproduksi besi flengs, yaitu sambungan pipa besi. Flends sendiri adalah logam besi atau stainlist yang bubut. Khusus untuk stainlist harus dicor terlebih dahulu untuk mendapatkan bahan mentah sebelum dibubut. Pengecoran logamnya pun dilakukan di satu area tempat kerja saya dahulu. Bisa dibayangkan betapa panasnya kerja di lokasi tempat pengecoran logam.
Saya bekerja di PT LSI kisaran 2 tahun saja. Pada saat itu banyak sekali demo-demo di perusahaan. Dalam satu bulan paling sedikit ada dua kali demo. Tuntutannya ya tetap sama. Kesejahteraan. 
Menjadi guru tuntutan profesionalismenya dangat tinggi. Kerja pagi pulang sore. Atau kalau apes kena shift kerja. Kadang pagi, sore atau malam. Susah jika malam. Saat orang lain tidur nyenyak di rumah kita sibuk kerja di perusahaan. Suasana kerja malam juga tidak mengenakkan untuk kesehatan. Disiplin harus tinggi. Loyal, Sulit kalau minta ijin. Bayangan dipecat dan juga masa depan yang tidak jelas selalu ada. Apalagi saat ini yang sudah diterapkan kebijakan perburuhan yang tidak pro sama buruh antara lain kontrak dan out sourching. Buruh sangat menderita. Ibarat orang hidup, tetapi rejekinya digantung di perusahaan. Pokoknya tidak enak lah. Meskipun demikian gaji buruh tidak banyak juga. Sekelas UMR saja. Padahal UMR adalah upah minim yang dihitung dengan kebutuhan hidup yang sangat rendah dan jauh dari kata sejahtera.
Namun apa daya inilah yang ada. Untuk mencari kerja lainnya sama susahnya. Kesejahteraan pun mungkin tidak jauh berbeda. Itulah potret buruh. Tenaga profesional yang dihargai sangat rendah di bumi kita ini.

Beda dengan sesama Tenaga Profesional yang lainnya. Guru misalnya. Sama-sama profesional mereka mendapat keutamaan dengan penghargaan yang tinggi. Dulu mereka dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa. Itu dulu....sekarang beda. Sekarang mereka pahlawan dengan tanda sertifikasi. Bayarannya lumayan lah. Tambahan 1 kali gaji pokok dalam sebulannya. Jika gaji pokoknya 2 juta, maka guru akan mendapat tambahan 2 juta lagi setipa bulan. Total yang dibawa pulang ada 4 juta. Meskipun tidak lancar cair tiap bulan. Namun hitungan matematisnya tetep 4 juta.
Guru adalah pahlawan bangsa. Pencetak generasi emas di masa yang akan datang. Jangan heran jika mereka dihargai demikian. Payung hukumnya jelas. Alokasi anggarannya juga jelas ada. 20 % untuk pendidikan. Meskipun kadang kala kinerjanya jauh dari harapan. Termasuk saya barangkali...hehehe...
Sedangkan untuk Buruh mana ?
Belum ada bung. aturan ketenagakerjaan masih sangat berpihak pada pengusaha. Kalau bisa diminimkan kenapa harus dinaikkan UMRnya. Kalau masih bisa kontrak atau dioutsourchingkan kenapa harus dijadikan karyawan tetap dengan segala macam haknya ? Susahnya jadi buruh. Katanya kalau dijadikan karyawan tetap, kemudia UMR naik pengusaha akan hengkan dari negera ini dan tidak mau menanamkan modal. Masak iya sih ?
Padahal kalau mau jujur, pembangunan ini juga merupakan andil semua anak bangsa. Tak peduli guru atau buruh. Tanpa buruh pun  perekonomian akan macet. Tetapi kenapa yang diutamakan kok guru bukan buruh ya ? saya juga tidak tau
Ah....tidak enaknya jadi buruh...enakan jadi guru. Makanya sekarang banyak buruh yang mau jadi guru. Kalau dulu guru tidak ada yang meminatinya karena gajinya kecil sekarang tidak lagi akibat sertifikasi. Gajinya gedhe. Kantongnya tebel. Kalau ada guru muda, pasti guru tua nglirik untuk dijadikan mantu...wkwkwk..bener nggak sih ?

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.