Langsung ke konten utama

Kearifan Lokal : Tradisi Nyebet Kaki Bayi dengan Ikan Gabus

Ikan Gabus adalah jenis ikan yang banyak dijumpai di perairan tawar dan payau. Ikan ini termasuk jenis ikan carnivora karena memakan jenis ikan lain yang lebih kecil. Ikan ini juga disebut sebagi ikan hama oleh petani tambak dan juga peternak ikan lain. Tak mengherankan jika ikan ini cenderung diburu untuk disingkirkan di area kolam ikan atau tambak.
Namun sebenarnya ikan ini juga sangat layak untuk dikonsumsi. Daging ikan gabus teksturnya sangat lembut dan sedap. dapat diolah dalam berbagai olahan sesuai dengan selera kita. Baik itu dibotok, bumbu kuning, bali, penyet, kare dan lain sebagainya. 
Saya sendiri sudah hobby makan ikan ini sejak masih kecil. Saat itu populasi ikan gabus sangat banyak. Di Sungai dan di sawah masih banyak dijumpai. Seringkali orang-orang yang mengobati sungai dengan tuba mendapatkan ikan gabus dalam jumlah banyak. Orang-orang yang membuka lahan pertanian juga sering mendapat ikan ini disamping juga menjumpai ular yang sangat banyak jumlahnya. Tetapi sayang akhir-akhir ini jumlah populasi ikan ini semakin menyusut karena banyak hal. Slah satunya adalah perburuan liar ikan ini menggunakan strum dan makin menyempitnya lahan pertanian.
Ikan gabus dlam tradisi Jawa dianggap sebagai ikan yang membawa berkah. Berkah dalam kearifan lokal dianggap sanggup memberi sugesti kepada anak balita yang belum bisa berjalan agar cepat dapat berjalan. Entah kabar ini benar atau salah. tetapi yang jelas hal ini banyak dipercaya masyarakat benar adanya.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...