Langsung ke konten utama

DOA BERBUKA PUASA & DZIKIR DAN DOA SETELAH SHALAT WITIR



Oleh: Achmad Zuhdi Dh (0817581229)
A. Doa Berbuka Puasa
Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Nasa-i, al-Hakim dan lain-lain menerangkan bahwa Ibnu ‘Umar ra berkata: Rasulullah Saw apabila (selesai) berbuka puasa, beliau membaca doa: “Dzahabadh-dhama’u wabtallatil ‘uruuqu watsabatal ajru insyaa Allah
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله
Artinya:
Telah hilang rasa haus, Urat-urat telah basah, Dan pahala telah ditetapkan, Insya Allah
(Menurut Syekh M.Nashiruddin al-Albani, hadis tersebut hasan/ bagus kualitasnya)
            Mengenai redaksi doa buka puasa selain redaksi tersebut di atas, menurut ahli hadis kualitasnya da’if/lemah bahkan ada yang maudu’/ palsu.[1][1]
B. Dzikr sesudah Shalat Witir
            Sesuai hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan al-Nasa’i dengan sanad yang shahih dan juga al-Daruquthni, maka dzikr-dzikr yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw setelah shalat Witr adalah sbb (baca halaman berikutnya):
Subhaanal Malikil Qudduus; X 3
(pada bacaan yang ketiga, dibaca dengan memanjangkan bacaan dan mengeraskan suaranya)
Rabbil Malaa-ikati Warruuh.
            سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ
رَبِّ الْمَلاَ ئِكَةِ وَالرُّوْحِ
Artinya: Maha suci Raja yang Suci 3X; Tuhannya para Malaikat dan Jibril.
C. Doa sesudah shalat Witr
Sesuai hadits riwayat Abu Dawud, Al-Tirmidzi dan al-Nasa-i, dari Ali ra. bahwasanya Nabi Saw biasa membaca doa pada akhir/ setelah shalat Witr-nya dengan bacaan doa sebagai berikut:
Allaahumma innii a’uudzu biridlaaka min sakhatik;
Wa a’uudzu bimu’aafaatika min ‘uquubatik;
Wa a’uudzu bika minka;
Laa uhshii tsanaa-an ‘alaika anta;
Kamaa atsnaita ‘alaa nafsik.
اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَأَعُوْذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ
وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ
لاَ أُحْصِىْ ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ
كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan dengan keridlaanMu dari kemurkaanMu; Aku mohon perlindungan dengan pengampunanMu dari siksaanMu; Aku berlindung kepadaMu dari Mu; Aku tidak menghitung pujian atasMu, Sebagaimana Engkau telah memuji atas diriMu sendiri”.
Al-Nasa-i dalam kitabnya “Matn ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah” meriwayatkan hadits mengenai do’a setelah shalat Witr tersebut dari ‘Ali ra., ia berkata: “Aku pernah bermalam dengan Rasulullah Saw pada suatu malam, maka aku mendengar Nabi Saw apabila selesai mengerjakan shalat Witr, ia merebahkan badannya sambil membaca doa tersebut”.[2][2]






[1][1] Beberapa redaksi doa buka puasa yang dinilai daif / lemah oleh ahli hadis antara lain:
بِسْمِ الله،اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ -
Redaksi doa tersebut diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Ausath. Riwayat tersebut dinilai daif karena terdapat perawi yang dikenal daif yang bernama Dawud bin al-Zabarqan.
اللَّهُمَّ لَك صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ -
Redaksi doa tersebut diriwayatkan oleh al-Daruquthni dalan Sunan-nya. Riwayat tersebut dinilai daif karena terdapat perawai yang dikenal daif yang bernama Malik bin Harun.
اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت -
Redaksi doa tersebut tidak jelas sumbernya dari mana (la ashla lahu), karena itu riwayat tersebut dinilai maudu atau palsu.
[2][2] Al-Nasa-i, Matn Amal al-Yaum wa al-Lailah, 261. Hadits tersebut juga di muat di berbagai kitab di antaranya Ibn al-Qayyim, Zad al-Maad,Vol.I, 88. Dan Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Vol.I, 166.

Sumber : http://zuhdidh.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa...

PB13: Para Ulama Daulah Abbasiyah Yang Mendunia (BAGIAN 1)

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari aktivitas-aktivitas intelektual bangsa Arab dan umat Islam yang lahir karena motif keagamaan adalah teologi, hadits, fiqih, filologi, dan linguistik. Pengembangan ilmu agama pada masa Daulah Abbasiyah juga dikuti munculnya para ulama yang mumpuni dan produktif banyak menghasilkan karya ilmiah. 1.         Ulama Hadits (Muhadditsin) Para ulama yang mengembangkan ilmu hadits pada zaman Daulah Abbasiyah sangat banyak, yang paling menonjol diantara mereka ada enam. Mereka merupakan pakar hadits yang telah melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad Saw. tujuan dari penyelesian tersebut adalah untuk mengetahui sumber hukum yang benar. Karya-karya dari enam ulama hadits itu disebut dengan Kutubussittah. Para ulama hadits tersebut adalah : a.         Imam Bukhori (194-256 H/810-870 M) Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Muqi...

PB 14 : NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA (BAGIAN 1)

  Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang berisi aturan dan tata nilai untuk segala manusia yang masih hidup di alam dunia agar terhindar dari kesesatan. Dengan menerapkan ajaran Islam, manusia dapat mencapai kedamaian, kemuliaan, keselamatan, kesejahteraan, aman, sentosa, bahagia, serta meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat kelak. Hal tersebut disebabkan manusia mengemban amanah dari Allah Swt. sebagai Abdillah, Imaratul fil ‘Ardhi, dan Khalifatullah. Manusia sebagai hamba Allah yang senantiasa harus patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia juga berperan sebagai pemimpin di dunia yang kelak ditanyakan tentang kepemimpinannya, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, ataupun sebagai pemimpin umat. Manusia di dunia ini berperan sebagai “pengganti Allah” dalam arti diberi otoritas atau kewenangan oleh Allah kemampuan untuk mengelola dan memakmurkan alam ini sesuai dengan ketentuan Allah dan untuk mencari ridha-Nya. Dari ketiga fun...