Gunung Penanggungan adalah salah satu gunung yang di lereng - lerengnya
banyak di penuhi dengan candi - candi dan situs. Di Indonesia sendiri
tidak banyak gunung yang memiliki situs bersejarah peninggalan kerajaan
kuno, seperti Kerajaan Singasari, Kerajaan Majapahit dll. Dengan puncak
yang berbentuk kubah, gunung ini banyak di kunjungi para pendaki,
terutama pada hari libur dan hari kemerdekaan RI.
Gunung ini dikelilingi 4 gunung yang lebih kecil yaitu Gunung Gajah Mungkur ( 1.084 m ), Gunung Bekel ( 1.240 m ), Gunung Sarahklopo ( 1.235 m ), dan Gunung Kemuncup ( 1.238 m ). Dari atas Gunung Penanggungan ini jika pendakian dilakukan pada malam hari kita bisa melihat matahari terbit, kira - kira berangkat pukul 22.00 atau 23.00 WIB, istirahat sebentar sambil menunggu matahari terbit. Untuk mencapai puncak gunung kita bisa melewati 2 jalur utama, lewat Trawas / Desa Duyung dan lewat candi Jolotundo / Desa seloliman.
Umumnya para pendaki lewat jalur Trawas / Duyung, Karena akses transportasi lebih mudah. Dengan mobil L300 bisa mencapai dekat kaki gunung atau mobil itu berhenti di pasar Tamiajeng, dan para pendaki bisa jalan kaki. Kelebihan melewati jalur ini, bisa melihat pemandangan baik itu perumahan ( Vila ) yang banyak terdapat di daerah Trawas dan Pacet, serta bisa melihat puncak gunung yang lain seperti Gunung Welirang dan Gunung Arjuno.
Dari jalur ini bisa melihat keindahan kota Surabaya di malam hari. Sayangnya jalur ini sudah sangat terbuka, dengan adanya aktivitas petani menanam tanaman musiman, seperti cabe, jagung dan lain - lain, sehingga tingkat erosi tanah tinggi, yang mengakibatkan erosi tanah berbentuk parit - parit yang cukup dalam hingga 50 cm. Perjalanan yang dilakukan pada malam hari, harus ektra hati - hati agar tidak terperosok ke dalam parit - parit tersebut.
Jalur ini lebih panjang dibandingkan melalui jalur Candi Jolotundo, tetapi tanjakan tidak terlalu tajam. Mendekati puncak, akan menemui padang alang - alang yang cukup tinggi, hingga setinggi manusia ( kira - kira 170 cm ). Melewati jalur ini tidak menemui candi - candi. Sedangkan jika melalui jalur Candi Jolotundo, selama perjalanan kita tidak bisa melihat keindahan kota karena tertutup dengan Gunung Bekel dan Gunung Gajah Mungkur. Yang ditemukan hanya pohon - pohon yang masih tersisa akibat penebangan liar dan kebakaran ( biasanya terjadi pada musim kemarau ) dan tanaman yang ditanam penduduk.
Keistimewaan melewati jalur ini, kita akan banyak menemui candi - candi. Candi itu sudah ada namanya, seperti candi Lurah, candi Guru, candi Gentong, candi Carik, dan beberapa candi yang tersembunyi, yang tidak ditemui pada jalur itu seperti candi Bayi dan ada juga Terakota ( bangunan candi yang telah tertimbun tanah ).
Pada batu - batu candi masih meninggalkan relief - relief yang berupa gambar atau tulisan. Umumnya berupa gambar seperti gambar kelopak bunga. Sepanjang perjalanan hingga puncak gunung, tidak ditemui sumber air. Jadi para pendaki sudah menyiapkan air yang banyak dalam perjalannya. Jika melalui jalur candi Jolotundo, biasanya pendaki mengambil air di candi tersebut. Jalur ini, lebih pendek dibandingkan jalur Trawas / Duyung, tetapi jalur pendakian lebih banyak menanjak.
Pendakian dipagi hari, disepanjang perjalanan bisa menemui banyak aktivitas petani di hutan. Baik yang mengelola lahan hutan atau yang mencari tanaman kaliandra untuk makanan ternak. Karena kondisi gunung ini sudah sangat terbuka, sepanjang perjalanan hanya sedikit pohon besar yang bisa menaungi.
Ketika mendekati puncak, tanah mulai berbatu. Tidak banyak satwa yang bisa dijumpai. Ini pengaruh dari pembukaan hutan dan juga kebakaran hutan. Kera yang biasanya banyak, sekarang sudah berkurang, pindah ke gunung bekel yang bersebelahan dengan Gunung penanggungan. Satwa yang masih bisa banyak ditemui di Gunung Penanggungan adalah burung.
Mitos Masyarakat
Masyarakat sekitar percaya, jika meminum air yang sumbernya berasal dari gunung ini bisa awet muda. Jika dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat, faktor banyaknya candi yang berada di lereng gunung, yang merupakan peninggalan kerajaan kuno, yang menyebabkan air tersebut bisa membuat awet muda. Karena para raja - raja tersebut diyakini memiliki keahlian dalam mencari air yang berkhasiat.
Tidak heran jika malam Jum'at legi, banyak masyarakat yang berada diluar desa tersebut datang untuk mandi dan juga ada yang bersemedi. Tetapi jika dilihat dari sisi ilmiah, sebelum terjadi pembukaan hutan besar - besaran, air yang berasal dari Gunung Penanggungan termasuk air kualitas A ( bisa langsung diminum tanpa diolah ) karena masih bersih. Dan kebersihan air ini bisa dilihat dari bio indicator hewan - hewan yang hidup di perairan tersebut, seperti nimfa capung jarum, nimfa lalat sehari dan nimfa plekoptera yang memiliki skor nilai 6 dan 10.
Tetapi jika di dalam perairan / sungai hewan jenis itu sudah tidak ada, tetapi yang paling banyak cacing yang berwarna merah,air itu sudah kotor. Kerusakan Gunung Penanggungan, tidak murni dari masyarakat sekitar. Tetapi dari para pendaki yang hanya datang untuk bersenang - senang. Ini terlihat dari kondisi gunung yang kotor banyak sampah plastik dan manusia membuang kotoran di sungai yang kering.
Pembuangan sampah sembarangan, akan mempengaruhi sulitnya tanaman perintis, seperti rumput untuk tumbuh karena terhalangi oleh plastic - plastik yang bertebaran. Serta kualitas air sungai akan jelek, karena jika hujan turun, aliran sungai yang kering akan terisi oleh air dan mengalir ke sungai yang akan menjadi sumber mata air bagi masyarakat. Akibatnya masyarakat sekitar, yang masih mempercayai air tersebut baik di minum tanpa dimasak akan sakit perut, karena air tersebut sudah banyak mengandung bakteri ecolli yang berasal dari tinja.
Transportasi
Transportasi menuju Gunung Penanggungan, dengan kendaraan umum sangat mudah. Jika berasal dari Malang, mengambil bis jurusan Malang - Surabaya, dan berhenti di Pandaan. Dari Pandaan naik mobil L300 ke Trawas dan berhenti di Ps. Tamiajeng. Jika banyak para pendaki yang menuju ke G. Penanggungan, biasanya mobil bersedia mengantar hingga Desa Duyung. Tetapi biasanya mobil akan berhenti di Pasar Tamiajeng. Dari sana berjalan kaki menuju Desa Duyung.
Sebaiknya dari Pandaan tidak terlalu sore, karena kadang mobil sudah tidak ada. Diatas pukul 18.00 WIB mobil sudah sangat jarang, atau kadang sudah tidak ada. Untuk para pendaki yang berasal dari Surabaya, mengambil bis jurusan Surabaya - Malang dan berhenti di Pandaan. Lalu naik mobil L300 menuju Trawas. Sedang jika ingin melalui Candi Jolotundo, dari pasar Tamiajeng berjalan kaki kira - kira 2 jam ( dengan jalan santai ) atau naik ojek dari Pasar. Atau dari Surabaya, mengambil bis jurusan Surabaya - Malang, berhenti di Japanan. Dari Japanan, naik bis lebih kecil berwarna kuning menuju Mojokerto dan berhenti di Ngoro Industri. Dari Ngoro Industri naik ojek ke Candi Jolotundo atau desa Seloliman.
* Jika ingin mendaki gunung, dengan membawa banyak makanan, ingat dengan tanggung jawab untuk membawa kembali sampah tersebut.
* Jika ingin menghidupkan api, jangan lupa untuk menjaga agar api tidak menyebar dan pastikan api benar - benar mati ketika meninggalkan tempat tersebut.
* Hutan tidak indah tanpa satwa yang menjaga, langit tidak indah tanpa ada kicau burung yang menemani. Jagalah satwa tersebut perburuan yang hanya dilakukan untuk kesenangan pribadi.
Gunung ini dikelilingi 4 gunung yang lebih kecil yaitu Gunung Gajah Mungkur ( 1.084 m ), Gunung Bekel ( 1.240 m ), Gunung Sarahklopo ( 1.235 m ), dan Gunung Kemuncup ( 1.238 m ). Dari atas Gunung Penanggungan ini jika pendakian dilakukan pada malam hari kita bisa melihat matahari terbit, kira - kira berangkat pukul 22.00 atau 23.00 WIB, istirahat sebentar sambil menunggu matahari terbit. Untuk mencapai puncak gunung kita bisa melewati 2 jalur utama, lewat Trawas / Desa Duyung dan lewat candi Jolotundo / Desa seloliman.
Umumnya para pendaki lewat jalur Trawas / Duyung, Karena akses transportasi lebih mudah. Dengan mobil L300 bisa mencapai dekat kaki gunung atau mobil itu berhenti di pasar Tamiajeng, dan para pendaki bisa jalan kaki. Kelebihan melewati jalur ini, bisa melihat pemandangan baik itu perumahan ( Vila ) yang banyak terdapat di daerah Trawas dan Pacet, serta bisa melihat puncak gunung yang lain seperti Gunung Welirang dan Gunung Arjuno.
Dari jalur ini bisa melihat keindahan kota Surabaya di malam hari. Sayangnya jalur ini sudah sangat terbuka, dengan adanya aktivitas petani menanam tanaman musiman, seperti cabe, jagung dan lain - lain, sehingga tingkat erosi tanah tinggi, yang mengakibatkan erosi tanah berbentuk parit - parit yang cukup dalam hingga 50 cm. Perjalanan yang dilakukan pada malam hari, harus ektra hati - hati agar tidak terperosok ke dalam parit - parit tersebut.
Jalur ini lebih panjang dibandingkan melalui jalur Candi Jolotundo, tetapi tanjakan tidak terlalu tajam. Mendekati puncak, akan menemui padang alang - alang yang cukup tinggi, hingga setinggi manusia ( kira - kira 170 cm ). Melewati jalur ini tidak menemui candi - candi. Sedangkan jika melalui jalur Candi Jolotundo, selama perjalanan kita tidak bisa melihat keindahan kota karena tertutup dengan Gunung Bekel dan Gunung Gajah Mungkur. Yang ditemukan hanya pohon - pohon yang masih tersisa akibat penebangan liar dan kebakaran ( biasanya terjadi pada musim kemarau ) dan tanaman yang ditanam penduduk.
Keistimewaan melewati jalur ini, kita akan banyak menemui candi - candi. Candi itu sudah ada namanya, seperti candi Lurah, candi Guru, candi Gentong, candi Carik, dan beberapa candi yang tersembunyi, yang tidak ditemui pada jalur itu seperti candi Bayi dan ada juga Terakota ( bangunan candi yang telah tertimbun tanah ).
Pada batu - batu candi masih meninggalkan relief - relief yang berupa gambar atau tulisan. Umumnya berupa gambar seperti gambar kelopak bunga. Sepanjang perjalanan hingga puncak gunung, tidak ditemui sumber air. Jadi para pendaki sudah menyiapkan air yang banyak dalam perjalannya. Jika melalui jalur candi Jolotundo, biasanya pendaki mengambil air di candi tersebut. Jalur ini, lebih pendek dibandingkan jalur Trawas / Duyung, tetapi jalur pendakian lebih banyak menanjak.
Pendakian dipagi hari, disepanjang perjalanan bisa menemui banyak aktivitas petani di hutan. Baik yang mengelola lahan hutan atau yang mencari tanaman kaliandra untuk makanan ternak. Karena kondisi gunung ini sudah sangat terbuka, sepanjang perjalanan hanya sedikit pohon besar yang bisa menaungi.
Ketika mendekati puncak, tanah mulai berbatu. Tidak banyak satwa yang bisa dijumpai. Ini pengaruh dari pembukaan hutan dan juga kebakaran hutan. Kera yang biasanya banyak, sekarang sudah berkurang, pindah ke gunung bekel yang bersebelahan dengan Gunung penanggungan. Satwa yang masih bisa banyak ditemui di Gunung Penanggungan adalah burung.
Mitos Masyarakat
Masyarakat sekitar percaya, jika meminum air yang sumbernya berasal dari gunung ini bisa awet muda. Jika dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat, faktor banyaknya candi yang berada di lereng gunung, yang merupakan peninggalan kerajaan kuno, yang menyebabkan air tersebut bisa membuat awet muda. Karena para raja - raja tersebut diyakini memiliki keahlian dalam mencari air yang berkhasiat.
Tidak heran jika malam Jum'at legi, banyak masyarakat yang berada diluar desa tersebut datang untuk mandi dan juga ada yang bersemedi. Tetapi jika dilihat dari sisi ilmiah, sebelum terjadi pembukaan hutan besar - besaran, air yang berasal dari Gunung Penanggungan termasuk air kualitas A ( bisa langsung diminum tanpa diolah ) karena masih bersih. Dan kebersihan air ini bisa dilihat dari bio indicator hewan - hewan yang hidup di perairan tersebut, seperti nimfa capung jarum, nimfa lalat sehari dan nimfa plekoptera yang memiliki skor nilai 6 dan 10.
Tetapi jika di dalam perairan / sungai hewan jenis itu sudah tidak ada, tetapi yang paling banyak cacing yang berwarna merah,air itu sudah kotor. Kerusakan Gunung Penanggungan, tidak murni dari masyarakat sekitar. Tetapi dari para pendaki yang hanya datang untuk bersenang - senang. Ini terlihat dari kondisi gunung yang kotor banyak sampah plastik dan manusia membuang kotoran di sungai yang kering.
Pembuangan sampah sembarangan, akan mempengaruhi sulitnya tanaman perintis, seperti rumput untuk tumbuh karena terhalangi oleh plastic - plastik yang bertebaran. Serta kualitas air sungai akan jelek, karena jika hujan turun, aliran sungai yang kering akan terisi oleh air dan mengalir ke sungai yang akan menjadi sumber mata air bagi masyarakat. Akibatnya masyarakat sekitar, yang masih mempercayai air tersebut baik di minum tanpa dimasak akan sakit perut, karena air tersebut sudah banyak mengandung bakteri ecolli yang berasal dari tinja.
Transportasi
Transportasi menuju Gunung Penanggungan, dengan kendaraan umum sangat mudah. Jika berasal dari Malang, mengambil bis jurusan Malang - Surabaya, dan berhenti di Pandaan. Dari Pandaan naik mobil L300 ke Trawas dan berhenti di Ps. Tamiajeng. Jika banyak para pendaki yang menuju ke G. Penanggungan, biasanya mobil bersedia mengantar hingga Desa Duyung. Tetapi biasanya mobil akan berhenti di Pasar Tamiajeng. Dari sana berjalan kaki menuju Desa Duyung.
Sebaiknya dari Pandaan tidak terlalu sore, karena kadang mobil sudah tidak ada. Diatas pukul 18.00 WIB mobil sudah sangat jarang, atau kadang sudah tidak ada. Untuk para pendaki yang berasal dari Surabaya, mengambil bis jurusan Surabaya - Malang dan berhenti di Pandaan. Lalu naik mobil L300 menuju Trawas. Sedang jika ingin melalui Candi Jolotundo, dari pasar Tamiajeng berjalan kaki kira - kira 2 jam ( dengan jalan santai ) atau naik ojek dari Pasar. Atau dari Surabaya, mengambil bis jurusan Surabaya - Malang, berhenti di Japanan. Dari Japanan, naik bis lebih kecil berwarna kuning menuju Mojokerto dan berhenti di Ngoro Industri. Dari Ngoro Industri naik ojek ke Candi Jolotundo atau desa Seloliman.
* Jika ingin mendaki gunung, dengan membawa banyak makanan, ingat dengan tanggung jawab untuk membawa kembali sampah tersebut.
* Jika ingin menghidupkan api, jangan lupa untuk menjaga agar api tidak menyebar dan pastikan api benar - benar mati ketika meninggalkan tempat tersebut.
* Hutan tidak indah tanpa satwa yang menjaga, langit tidak indah tanpa ada kicau burung yang menemani. Jagalah satwa tersebut perburuan yang hanya dilakukan untuk kesenangan pribadi.
sumber : http://www.belantaraindonesia.org/
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.