Ujian Nasional (UN), Katanya momok bagi sebagian besar siswa di Negeri yang namanya Indonesia. Bahkan bukan siswanya saja yang menganggap UN sebagai momok yang menakutkan, sampai-sampai gurunya pun menganggap UN tersebut sebagai momok Ada kekhawatiran bagi siswa dan guru atas pelaksanaan UN tersebut. Bukan lantaran apa-apa UN ditakuti, tetapi lantaran ada target yang harus dipenuhi pasca UN. Target nilai tertentu yang membebani di luar kemampuan sebagian besar siswa-siswi dan guru-guru Indonesia.
Sehingga untuk mencapai target yang ditetapkan banyak hal yang mesti dilakukan. Ada yang melakukan Tambahan belajar di luar jam sekolah (les tambahan) yang kemudian namanya
dikerenkan menjadi PIB (Pembekalan Intensif Belajar) baik dilakukan di dalan sekolah maupun di luar sekolah melalui lembaga-lembaga bimbingan belajar yang ada. Jangan tanya, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Pastilah sangat mahal. Dan ini dibuktikan dengan tidak semua siswa yang mengikuti bimbel semisal pada Primagama dll. hanya anak-anak dengan tipe keluarga tertentu saja yang masuk bimbel tersebut.
Ada lagi yang melakukan kegiatan lain disamping pendekatan belajar insentif itu dengan pendekatan religius. Sholat hajat, Istrighosah, khataman dan doa bersama. Ada keyakinan, jika kita ingin mencapai sesuatu harus dilandasi dua hal. Bekerja sekuat tenaga dan berdoa. Nah yang kedua inilah yang dilakukan oleh para siswa dan guru-guru kita. Meskipun dengan sedikit memaksa kepada Tuhan.
Kenapa memaksa ? Apa tidak berlebihan ?
Ya saya pakai kata memaksa karena realitas beragama masyarakat kita saat ini sudah bergeser pada pakem beragama yang ada. Agama sudah dijadikan sarana pembenaran atas tindakan yang dilakukan. Jadi mereka berbuat sudah atas nama Tuhan meskipun nyata-nyata yang dilakukan salah. Contohnya begini saudara : Orang Istighosah baik apa buruk ? pasti sebagian kita mengatakan baik, (Kecuali mereka yang punya pandangan berbeda dengan mereka yang suka istighosah). Tetapi jika istighosah itu dilakukan sambil nutup jalan raya dan menimbulkan kemacetan yang luar biasa bagaimana ? Contohnya yang dilakukan pengunjuk rasa Lapindo menuntut ganti rugi dengan memblokir raya Porong sambil Istighosah. Padahal kita pernah sayup-sayup dengar hadits Nabi tentang cabang-cabang Iman. Yang tertinggi adalah menegakkan kalimat Laa Ilaaha Illallah, dan yang selemah-lemahnya iman adalah menyingkirkan duri dari jalanan.
Coba perhatikan anak kalimat terakhir, yang terendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan. Kenapa duri harus disingkirkan dari jalanan ? ya supaya jalan bersih dan aman, jalan lancar dan enak. Nah jika jalan diblokir kan kebalikannya dan ini bukan lagi tidak serendah-rendahya iman saudara. mungkin lebih lemah lagi.
Terus kalau tidak seperti itu mereka tidak akan dihiraukan dan tidak mendapat ganti rugi dari Lapindo. Ini bagaimana ? wah....saya tidak dapat menjawabnya.
Memaksa Tuhan vs Memaksa Berprestasi
Terus apa hubungannya antara UN dengan istighosah ?
Sebenarnya hubungannya sudah disinggung di depan. Kita menggunakan media istighosah sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang hendak kita capai. Tetapi dengan istghosah kita juga melakukan hal-hal lain yang mengurangi nilai sakral ibadah tersebut.
Memaksa yang saya maksud adalah kita menggunakan pembenaran agama dengan menggunakan dalil-dalil agama tetapi disisi lain kita juga melakukan tindakan lacur yang tidak dibenarkan agama. Dalam kasus UN misalnya, sebelum pelaksanaan UN sendiri digelar, banyk kegiatan keberagamaan yang digelar di sekolah-sekolah oleh siswa-siswi dan juga gurunya. Tindakan ini mencerminkan sikap beragama yang kental dan menurut saya baik-baik saja. Namun pada saat yang hampir bersamaan kita melakukan perbuatan curang (tidak bermaksud untuk memukul rata) semisal dengan memberikan "bantuan" kepada siswa atau mengintruksikan untuk bekerja sama.(selanjutnya diteruskan sendiri saja). Jadi jangan heran jitka anaka-anaka sanatai saja dalam ujian karena mereka yakin akan dibantu gurunya. dan jangan heran jika nikai mereka satu kelas bahkan satu sekolah bisa jadi seragam.
Hal pertama kita memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa kita dengan suasana khusuk beribadah kepadanya. Pengharapan kita sangat besar. harapan kita setinggi gunung. Munfkin Tuhan akan iba melihat kita yang sedang beribadah kepada kita dan mengabulkan harapan kita.
Kedua kita juga melakukan kecurangan dengan berbagai dalih. salah satunya membantu dan atau kasihan kepada anak-anak kita jika mereka tidak lulus. Padahal kita sendiri sebagai gurunya pasti sangat pahama kan kapasitas siswa yang diajar. layak atau tidak layaknya dia dinyatakan lulus UN.
Jadi, menurut saya dalam UN tersebut secara langsung maupun tidak kita sedang memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa dan ahrapan kita. Namun disisi lain kita sedang memaksa anak kita untuk berprestasi meskipun sejatinya mungkin tidak semuanya berprestasi.
Menurut saya biarkan dia berkreasi untuk masa depannya, jangan kita campurkan nila dalam masa depan mereka. Biarkan mereka bekerja dan biarkan mereka memanennya. Jangan biarkan mereka memanen yang bukan haknya.
Selamat menempuh UN anak-anakku. jangan takut tidak lulus. Jangan takut nilai jelek. Karena hasil kerja sendiri lebih bernilai daripada mencuri. Lebih dari itu yakinlah kalian semua. Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan perbah bertanya berpa nilai UN kalian. Selamat !!!
UN...sama seperti dulu. Di sana-sini banyak pembenaran yang dilakukan para oknum. Alasan yang sangat klise...siswa/i sekolahnya lulus 100%. Takut ga dapet siswa baru kali ya. Sementara pemerinta keukeh dengan pendapatnya. Padahal Firlandia ga ada UN, tapi dunia pendidikannya maju banget.Ditunggu kunjungan baliknya di blog Les Privat saya ya
BalasHapussuwun mas :)
BalasHapus