Langsung ke konten utama

Pesona Kahyangan di Penanggungan

Gunung Penanggungan pernah dikenal sebagai sepenggal ”kahyangan” di tanah Jawa karena banyaknya situs pemujaan di gunung ini. Namun, berbagai peninggalan sejarah itu diabaikan dan keberadaannya semakin menyusut karena dicuri ataupun rusak karena tergerus waktu.
VR van Romondt, arsitek sekaligus arkeolog Belanda yang pertama kali menelusuri Gunung Penanggungan dalam penelitian tahun 1936, 1937, dan 1940, menemukan 80 situs di Gunung Penanggungan. Namun, saat ini, yang tersisa hanya tinggal 46 situs. Sisanya hilang dicuri, terkubur longsoran, atau tertutup pepohonan.
Guru Besar Arkeologi dari Universitas Indonesia, Prof Agus Aris Munandar, hanya tertunduk hening ketika ditanya soal situs yang ada di Penanggungan. Kepalanya menggeleng-geleng. Dia tak habis pikir dengan kondisi saat ini.
Agus merupakan arkeolog yang getol meneliti tinggalan bernilai penting di Penanggungan, tesisnya, ”Aktivitas Keagamaan di Gunung Penanggungan: Gunung Suci di Jawa Timur dalam Abad Ke-14-15 M”, menggambarkan bagaimana bernilainya Penanggungan.
Menurut Agus, Penanggungan unik dan penting dalam mitologi Jawa sebagai gunung yang dianggap paling suci. Bahkan, dalam kitab kuno Tantu Panggelaran yang dibuat pada era Majapahit, Penanggungan atau Pawitra adalah puncaknya Mahameru dari India.
”Dalam kitab kuno, Penanggungan itu justru puncaknya Mahameru, sedangkan Semeru yang tertinggi di Jawa adalah badannya, sehingga yang paling suci adalah Penanggungan,” kata Agus.
Punden-punden di Penanggungan memiliki fungsi peribadatan, pemujaan kepada dewata, kepada arwah leluhur, yang bersatu dengan para dewata di puncak Mahameru.
Teori terbaru dari Agus, Mataram Kuno pindah dan berada di Jawa Timur bukan semata karena bencana letusan Merapi. ”Mereka ke arah timur karena mencari Mahameru baru, dan Mahameru baru itu adalah Pawitra, tempat bersemayamnya para dewa yang tak agresif lagi,” katanya.
Namun, bagi Agus, Penanggungan adalah sisa kahyangan yang kini memprihatinkan dan dilupakan. Ia merasa sia-sia mengangkat Penanggungan dari berbagai sisi di berbagai media massa. Selain sudah banyak situs yang hilang dan dijarah, berbagai situs di Penanggungan yang tersisa juga terabaikan.
”Saya sedih kala ditanya soal Penanggungan, situs-situs yang dulu saya kunjungi masih ada sekarang sudah banyak yang hilang atau rusak,” kata Agus yang merasa tak kuasa lagi membicarakan nasib Penanggungan.
”Buat apa memublikasikannya lagi?” kata Agus. Sinisme itu ia lontarkan karena sering ketika temuan arkeologi baru di Penanggungan dipublikasikan, justru mengundang para pencuri menjalankan aksinya.
Penjarahan
Saat kami menelusuri Gunung Penanggungan pada November 2011, jejak penjarahan terlihat pada relief cerita panji di punden berundak Kendalisada. Pada salah satu panel, kepala Panji Asmorobangun rusak karena dicongkel paksa. Selain itu, relief Dewaruci dan Arjunawiwaha yang semula menghias dinding gua pertapaan juga tidak terlihat lagi.
Paimbar (40), juru pelihara candi-candi di Penanggungan, mengatakan, walau jumlah juru pelihara bertambah, tetap saja tugasnya berat. ”Kami berempat memantau enam candi, terutama Kendalisada yang paling atas,” katanya. ”Memelihara candi-candi di gunung itu berat karena medannya sulit,” ujarnya.
Jika hujan, tak jarang mereka turun dari gunung terperosok dan pulang babak belur. Mereka juga harus siap-siap berurusan dengan pencuri yang nekat. Pernah seorang juru pelihara terancam nyawanya karena pencuri sengaja melongsorkan batu besar dari atas tebing.
”Seminggu saya dua kali ke sana untuk pemeliharaan, tak mungkin tiap hari karena jalurnya sulit,” kata Imam Ghozali (38), juru pelihara lain. Dalam pantauan, selain membersihkan, mereka juga mempertahankan jalur pemantauan di enam candi.
Ditanya soal jalur antarsitus yang kini terputus, Paimbar mengatakan, dengan cara itu, beberapa situs aman dari penjarahan. ”Sejak kami bertugas, tak terdengar ada pencurian di tempat kami,” katanya.
Minim perhatian
Selain menambah juru pelihara hingga 30 orang, tak ada juga upaya serius pemerintah untuk melestarikan situs-situs ini. Bahkan, papan nama yang menerangkan nama candi masih memakai papan nama sederhana peninggalan almarhum Norman Edwin, pendaki, wartawan, dan arkeolog alumnus Universitas Indonesia.
Paidan (60), mantan juru pelihara yang ikut mengantar Norman dan teman-temannya memasang papan nama itu, mengatakan, ”Papan nama ini dipasang tahun 1990-an. Setelah itu, tidak ada lagi gerakan memperbaruinya,” ujarnya.
Selain papan nama peninggalan Norman yang sudah usang, Keluarga Mahasiswa Arkeologi Universitas Indonesia (Kama) UI juga memasang papan nama. Mereka bahkan menamai situs temuannya sebagai candi Kama I, Kama II, dan seterusnya.
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono menuturkan, selama lebih dari 10 tahun terakhir tidak ada lagi upaya merawat sisa kahyangan di Gunung Penanggungan. Hal itu patut disayangkan mengingat kawasan ini memiliki situs-situs mengagumkan yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Oleh karena itu, ia memandang perlunya dilakukan kembali re-inventarisasi. Situs-situs itu perlu didokumentasikan, mulai dari nama, bentuk, hingga posisinya, sehingga bisa menjadi pedoman di masa depan. Tak menutup kemungkinan jika akan ada temuan baru di sisa kahyangan yang terabaikan itu. (Indira Permanasari/Ahmad Arif)
sumber : travel.kompas.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

Mitos Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Ini Jawabannya !

Telah banyak bersliweran kabar, informasi, cerita legenda dan hikayat tentang keberadaan abdi dalem Kraton MAJAPAHIT (WILWATIKTA) yang bernama SABDO PALON dan NAYA GENGGONG. Dari yang bersifat sangat halus hingga yang berisi SUMPAH SERAPAH yang bersangkutan di era runtuhnya MAJAPAHIT. Belum lagi terbitnya saduran buku-buku baik berupa ajaran atau ramalan yang mengatas namakan dua abdi ini, tetapi semuanya tidak dapat menunjukkan rujukan asli dari sumber ceritanya. Mengingat seringnya timbul pertanyaan mengenai hal ini di group dan forum WILWATIKTA (MAJAPAHIT), maka saya berinisiatif untuk menjelaskannya secara tertulis seperti ini agar bila pertanyaan yang sama muncul, rekan-rekan dapat mereferensi jawabannya dari catatan ini. Hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya, baik ketika menerima ajaran adat maupun ketika saya berkunjung ke beberapa lokasi peninggalan WILWATIKTA / MAJAPAHIT (di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Sesungguhnya penokohan abdi dalem y

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su