Langsung ke konten utama

3 Teknologi Nenek Moyang Yang Tidak Lagi Terpakai

Beberapa teknologi yang dulu pernah digunakan oleh nenek moyang kita sekarang sudah kelihatan jadul dan telah ditinggalkan. Beberapa benda tersebut sebagian besar dibuat dari batu, tanah liat dan juga kayu. Benda yang tidak dimanfaatkan lagi itu dibiarkan saja teronggok rusak tidak diurusi. Berikut ini beberap peninggalan teknologi nenek moyang yang sudah tidak dipergunakan lagi :
1. Lesung
Lesung adalah alat tradisional dalam pengolahan padi atau gabah menjadi beras. Fungsi alat ini memisahkan kulit gabah (sekam, Jawa merang) dari beras secara mekanik. Lesung terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan panjang sekitar 2 meter, lebar 0,5 meter dan kedalaman sekitar 40 cm.
Lesung sendiri sebenarnya hanya wadah cekung, biasanya dari kayu besar yang dibuang bagian dalamnya. Gabah yang akan diolah ditaruh di dalam lubang tersebut. Padi atau gabah lalu ditumbuk dengan alu, tongkat tebal dari kayu, berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam.
Lesung di Jawa biasa dibuat dari kayu embacang yang tua.

2. Kentongan atau Pentongan
Kentongan atau yang dalam bahasa lainnya disebut jidor adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati yang dipahat.
Kegunaan kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda adzan, maupun tanda bahaya. Ukuran kentongan tersebut berkisar antara diameter 40cm dan tinggi 1,5M-2M.[rujukan?] Kentongan sering diidentikkan dengan alat komunikasi zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah pedesaan dan pegunungan.
Sejarah budaya kentongan sebenarnya dimulai sebenarnya berasal dari legenda Cheng Ho dari Cina yang mengadakan perjalanan dengan misi keagamaan. Dalam perjalanan tersebut, Cheng Ho menemukan kentongan ini sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Penemuan kentongan tersebut dibawa ke China, Korea, dan Jepang. Kentongan sudah ditemukan sejak awal masehi. Setiap daerah tentunya memiliki sejarah penemuan yang berbeda dengan nilai sejarhnya yang tinggi. Di Nusa Tenggara Barat, kentongan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah yang berkuasa sekitar abad XIX menggunakannya untuk mengumpulkan massa. Di Yogyakarta ketika masa kerajaan Majapahit, kentongan Kyai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga.
Di Pengasih, kentongan ditemukan sebagai alat untuk menguji kejujuran calon pemimpin daerah. Di masa sekarang ini, penggunaan kentongan lebih bervariatif.
Kentongan merupakan alat komunikasi zaman dahulu yang dapat berbentuk tabung maupun berbentuk lingkaran dengan sebuah lubang yang sengaja dipahat di tengahnya. Dari lubang tersebut, akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul. Kentongan tersebut biasa dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul yang sengaja digunakan untuk memukul bagian tengah kentongan tersebut untuk menghasilkan suatu suara yang khas.  Kentongan tersebut dibunyikan dengan irama yang berbeda-beda untuk menunjukkan kegiatan atau peristiwa yang berbeda. Pendengar akan paham dengan sendirinya pesan yang disampaikan oleh kentongan tersebut.
Awalnya, kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam. Dalam masyarakat pedalaman, kentongan seringkali digunakan ketika suro-suro kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid bila jam salat telah tiba. Namun, kentongan yang dikenal sebagai teknologi tradisional ini telah mengalami transformasi fungsi. Dalam masyarakat modern, kentongan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah demam berdarah. Dengan kentongan, monitoring terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan. Dalam masyarakat tani, seringkali menggunakan kentongan sebagai alat untuk mengusir hewan yang merusak tanaman dan padi warga.
Kentongan dengan bahan pembuatan dan ukurannya yang khas dapat dijadikan barang koleksi peninggalan seni budaya masa lalu yang dapat dipelihara untuk meningkatkan pemasukan negara. Kentongan dengan bunyi yang khas dan permainan yang khas menjadi sumber penanada tertentu bagi masyarakat sekitar.Selain itu, kentongan merupakan peninggalan asli bangsa Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi.Perawatannya juga sederhana, tanpa memerlukan tindakan-tindakan khusus.
Kentongan masih banyak kita temui dalam masyarakat modern, namun fungsi kentongan sebagai alat komunikasi tradisional memiliki sejumlah kekurangan yang menyebabkan tergesernya kentongan tersebut dengan teknologi modern. Kegunaan kentongan yang sederhana dan jangkauan suara yang sempit menyebabkan kentongan tidak menjadi alat komunikasi utama dalam dunia modern ini.
Di era globalisasi sekarang ini alat komunikasi telah berkembang jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia. Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang berlomba-lomba menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.

3. Lumpang
Lumpang merupakan wadah berbentuk bejana yang terbuat dari kayu atau batu untuk menumbuk padi, kopi, ataupun bahan olahan lainnya. Alu adalah alat penumbuknya yang terbuat dari kayu dengan bagian tengah yang mengecil untuk pegangan. Pesatnya mekanisasi pertanian membuat lumpang tidak lagi populer namun sesekali masih digunakan untuk menumbuk singkong dalam proses pembuatan getuk.
Lumpang batu pernah sangat banyak ditemui di desa-desa di Pulau Jawa karena batu andesit yang merupakan bahan baku alat ini dan juga candi-candi banyak ditemukan di sungai-sungainya. Penduduk di pulau lain biasanya menggunakan lesung karena lebih mudah mendapatkan kayu daripada batu andesit.
Dari beberapa penggalian purbakala diperoleh kesimpulan bahwa lumpang batu telah ada sejak zaman prasejarah. Lumpang batu purba ditemukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat serta Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

Mitos Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Ini Jawabannya !

Telah banyak bersliweran kabar, informasi, cerita legenda dan hikayat tentang keberadaan abdi dalem Kraton MAJAPAHIT (WILWATIKTA) yang bernama SABDO PALON dan NAYA GENGGONG. Dari yang bersifat sangat halus hingga yang berisi SUMPAH SERAPAH yang bersangkutan di era runtuhnya MAJAPAHIT. Belum lagi terbitnya saduran buku-buku baik berupa ajaran atau ramalan yang mengatas namakan dua abdi ini, tetapi semuanya tidak dapat menunjukkan rujukan asli dari sumber ceritanya. Mengingat seringnya timbul pertanyaan mengenai hal ini di group dan forum WILWATIKTA (MAJAPAHIT), maka saya berinisiatif untuk menjelaskannya secara tertulis seperti ini agar bila pertanyaan yang sama muncul, rekan-rekan dapat mereferensi jawabannya dari catatan ini. Hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya, baik ketika menerima ajaran adat maupun ketika saya berkunjung ke beberapa lokasi peninggalan WILWATIKTA / MAJAPAHIT (di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Sesungguhnya penokohan abdi dalem y

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su