Langsung ke konten utama

Sapi Pun Bisa Sedih : Pembelajaran Tentang Etika Menyembelih Hewan Qurban

Tahun ini alhamdulillah, kami bisa berkurban. Bersama pengurus Musholla Al Hidayah depan rumah kita patungan untuk membeli seekor lembu atau sapi. Sesuai syariat 1 ekor sapi diperuntukkan bagi 7 orang yang berkurban. Tahun ini memang ada lonjakan harga sapi secara luar biasa. Bisa ditebak ini akibat siapa. Tapi saya tidak membahasnya, karena akan ada yang marah pada saya. Semula kita hendak iuran 1,5 juta per orang. Mengingat harga 10,5 juta seekor sapi tidaklah memuaskan maka kami naikkan iuran sampai 1,8 juta per orang. Dengan iuran sekian maka kita sudah dapat memperoleh sapi dengan penampilan yang pantas.
Saya berada dalam posisi yang cukup delimatis. Satu sisi saya adalah orang yang aktif di musholla Al Hidayah dan termasuk penggagas kurban patungan ini. Perlu diingat bahwa ini adalah kurban patungan pertama di Musholla ini. Namun juga saya adalah pengurus Takmir masjid At Taqwa II yang ada di Dusun Dateng. Karenanya saya sudah permisi ke takmir masjid maupun Mushollah jika pekerjaan saya kurang maksimal.
Di Masjid saya diberi tugas untuk mencari jagal atau tukang sembelih hewan kurab atau sapi. Untu kambing kami bisa menghandle sendiri. Namun kalau sapi kita kesulitan secara teknis. Dua tahun sebelumnya kita pernah memaksakan untuk menyembelih sendiri. Hasilnya, tentu tidak terperihkan. Sapi seolah - olah dijadikan ajang percobaan pembunuhan saja. Akhirnya mulai tahun kemarin kita anggarkan untuk pemboleng ini. Biayanya lumayan. tahun ini 300 ribu perekor. Karena kita sembelih dua maka kita keluarkan 600 ribu per ekor. lebih murah 50rb daripada di mushollah saya yang minta 350rb per ekor.
Sampailah kita di Hari H. Sang jagal kesasar ke Candi Sidoarjo. Acara penyembelihan molor sampai pukul 9. Karena tanggung jawab saya, maka sayalah yang salah. namun kawan-kawan dapat menyadarinya.
Bagi tukang jagal sapai, pekerjaan meyembelih hewan kurban tidak banyak melibatkan orang. Untuk menjatuhkan dan mengikat hanya butuh dua orang saja. Selebihnya kita hanyalah penonton. Kalaupun membantu, kita cuma menjadi pemegang saja. Selebihnya, aksi mendebarkan ini dilakukan oleh jagal.
Setelah terikat kuat, sapi diposisikan kepalanya di lubang penyembelihan yang sebelumnya telah digalih. Sebagai alas maka diambilkan gedebok atau batang pohon pisang. Setelah baca doa dan takbir, sapi disembelih.....darah mengalir deras. Beberapa menit kemudian, aksi teatrikal penyayatan dilangsungkan cepat sekali.
Ada kejadian menarik saat penyembelihan. Karena ada dua sapi maka prosesnya bergiliran. Saat penyembelihan itu, sapi satunya menyaksikan rekannya di sembelih. saat menggorok telah usai tiba-tiba sapi yang tidak disembelih jatuh. Saya kaget, demikian juga orang-orang. Sapi itu tidak bangun-bangun. Ketika dilepas satu ikatannya pun dia tidak bangun-bangun. Saya langsung mendekati. Saya lihat dia sesenggukan. Dari matanya saya lihat air mata yang mengalir. Dalam hati saya berfikir. Mungkinkah dia menangis. Lama juga kejadian ini. lebih dari 5 menit sapi itu terbaring dan menangis. Saya jadi punya kesimpulan, meskipun dia hewan dia masih punya hati nurani. Dia tidak tega melihat kawannya yang disembelih di depan matanya. Dia iba, dia kasihan. Sama halnya dengan manusia
Pelajaran berharga dapat kita tarik dari kisah ini. Jangan menyembelih hewan di depan hewan lainnya. Hewan juga punya hati nurani







Komentar

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

SKI Kelas 9 PB 5 : 3.6 Menganalisis biografi tokoh penyebar Islam di berbagai wilayah Indonesia - Syaikh Abdur Rauf as-Singkili & Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari

1. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili  Nama aslinya adalah Abdur Rauf al-Fansuri yang lahir di kota Singkil. Beliau adalah orang pertama kali yang mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia.  Sekitar tahun 1640, beliau berangkat ke tanah Arab untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Abdur Rauf as-Singkili pernah bermukim di Makkah dan Madinah. Ia mempelajari Tarekat Syattariyah dari gurunya yang bernama Ahmad Qusasi dan Ibrahim al-Qur’ani. Kemudian, Abdur Rauf as-Singkili pernah menjadi Mufti Kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Sultanah Safiatuddin Tajul Alam.  Abdur Rauf as-Singkili memiliki sekitar 21 karya dalam bentuk kitab-kitab tafsir, hadits, fiqh, dan tasawuf. Beberpa karyanya antara lain sebagai berikut.  Kitab Tafsir yang berjudul Turjuman al Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah), yakni merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia.  Umdat al Muhtajin, yaitu karya terpenting yang ditulis oleh Abdur Rauf asSingkili. Buku ini terdiri dari 7 bab yang memuat tentang dzik

Mitos Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Ini Jawabannya !

Telah banyak bersliweran kabar, informasi, cerita legenda dan hikayat tentang keberadaan abdi dalem Kraton MAJAPAHIT (WILWATIKTA) yang bernama SABDO PALON dan NAYA GENGGONG. Dari yang bersifat sangat halus hingga yang berisi SUMPAH SERAPAH yang bersangkutan di era runtuhnya MAJAPAHIT. Belum lagi terbitnya saduran buku-buku baik berupa ajaran atau ramalan yang mengatas namakan dua abdi ini, tetapi semuanya tidak dapat menunjukkan rujukan asli dari sumber ceritanya. Mengingat seringnya timbul pertanyaan mengenai hal ini di group dan forum WILWATIKTA (MAJAPAHIT), maka saya berinisiatif untuk menjelaskannya secara tertulis seperti ini agar bila pertanyaan yang sama muncul, rekan-rekan dapat mereferensi jawabannya dari catatan ini. Hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya, baik ketika menerima ajaran adat maupun ketika saya berkunjung ke beberapa lokasi peninggalan WILWATIKTA / MAJAPAHIT (di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Sesungguhnya penokohan abdi dalem y

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa