Langsung ke konten utama

Mengkritisi Greget Nuswantara & Ajarannya (Bagian 5)

Malam sobat blogger. Malam ini cukup ramai. Hawanya juga tidak panas-panas amat dan juga tidak dingin. Biasa saja. Maklum, mungkin karena daerah tempat tinggal saja yang tidak masuk wilayah pesisir tetapi juga bukan daerah pegunungan. Daerah saya memang dekat dengan gunung namun gunung tersebut tidak tinggi-tinggi amat. Kisaran 1600mdpl. Untuk ukuran gunung, ketinggian sekian terbilang rendah. Sehingga adakalanya saya kesulitan waktu sekolah untuk menemukannya dalam peta negara.
Dalam peta propinsi di atlas pun saya jarang menemukannya. Saya baru menemukannya ketika melihatnya dalam peta ukuran besar.
Ya, Gunung  tersebut adalah Gunung Penanggungan yang saya gunakan sebagai nama blog saya. Gunung Penanggungan adalah gunung yang tidak tinggi. Gunung ini masuk dalam dua wilaya kabupaten, yakni Mojokerto dan Pasuruan. Mojokerto saya sebut awal karena luas wilayah terbesar gunung ini ada di wilayah kabupaten ini. Sisanya masuk wilayah kabupaten Pasuruan di sisi timur.
Meskipun tidak termasuk gunung yang besar, gunung ini memiliki nilai yang besar. dalam perspektif saya sebagai seorang muslim, kebesaran gunung ini karena di gunung ini terdapat banyak situs di dalamnya dan bukan karena legendanya. Bagi saya legenda hanya kisah-kisah yang dilebih-lebihkan. Sehingga dengan kisah berlebihan tersebut sehingga banyak tidak masuk akalnya bahkan kadangkala mengarah pada kebohongan. Kalau digunakan sebagai cerita saja, sebagai pengetahuan saja tidak masalah bagi saya. tetapi kalau sudah menjadi pemahaman ini yang baru masalah.

Penanggungan Sebagai Puncak Mahameru
Kisah fantastis migrasi dewa ke jawadwipa sangat familiar ke telinga kita. Ketika itu dewa digongcangkaan dengan situasi chaos karena suatu hal. Karena chaos para dewa berniat bedhol desa dan berencana mencari tempat tinggal baru yang pas. dalam pandangan dewa tempat yang pas itu adalah Jawadwipa. Namun saat itu Jawadwipa masih merupakan sebuah pulau mengambang dan terombang ambing di lautan. Diperlukan sesuatu yang dapat menstabilkan kondisi pulau ini. Maka, para dewa membawa gunung Mahameru yangada Jambudwipa sebagai penstabil. Dalam perjalanan bagian-bagian gunung tersebut berserakan di pulau ini membentuk gunung-gunung baru. Sisanya dilemparkan ke sisi timur dan puncaknya yang terpenggal adalah Penanggungan saat ini.
Dalam Pandangan GN, puncaak Mahameru gunung yang dimigrasi itu memang Penanggungan saat ini. Saya yakin pandangan ini juga pandangan hasil copas dengan sedikit adaptasi sana-sini. Salah satunya untuk tetap bersemangan Nusantara, maka yang dimaksud Jambudwipa bukanlah India tetapi Pulau Sumatera. Tempat Mahameru yang dijebol bukanlah Mahameru di India melainkan Gunung yang ada di Sumatera. Karena dijebol maka meninggalkan bekas jebolan. Jadilah Danau Toba saat ini.
Ada beberapa kelemahan dalam pemahaman GN ini. Di sini saya akan sebutkan beberapa pandangan yang kontradiktif dalam ajaran GN.
Pertama, Dikatakan bahwa Mahameru di Sumatera. Namun disisi lain mereka mengatakan bahwa Jambudwipa berada di Kalimantan. Kalau sobat tidak percaya, baca saja di lakubecik tentang kisah Dewi Kilisuci yang mencari obat ke Kalimantan. Lumayan seru sebagai obat pusing.
Kedua, Mereka mengatakan bahwa Penanggungan adalah sebagai puncak Mahameru. Bener juga. Puncak Gunung yang terpenggal. Namun sisi lain, mereka berkeyakinan Penanggungan adalah menara Babelan dalam arti made in Majapahit (GN Menagatakan Mojopoit) yang ditimbun oleh leluhur dengan tanah dari Gunung di daerah Jawa Timur. Jadi mana yang bener, Penanggungan sebagai puncak Gunung atau Menara Babelan.
Jangan-jangan ini bukan menara Babelan tetapi menara Dagelan. Hehehehe.....

Komentar

  1. Ulasan yang bagus, sebagai bahan perenungan setelah penasaran dengan GN.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan komentar pada blog ini.

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

BLAI SLAMET

Mohon maaf bagi kawan-kawana yang kurang paham dengan bahasa Jawa. kata di atas memang kata-kata dalam bahasa jawa. orang jawa menyebutnya sebagai unen-unen . kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih menjadi "Celaka tetapi Selamat". kontradiktif sekali, tetapi demikianlah orang jawa. satu sisi orang terkena bencana atau kecelakaan. namun si satu sisi orang tersebut selamat. kalau kita renungkan lebih dalam lagi ternyata ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Bencana atau kecelakaan atau juga kesialan memang sudah menjadi takdir yang tidak dapat kita hindari. bencana adalah kehendak Ilahi. tak seorang pun dapat menolaknya, termasuk yang nulis catatatn ini ketika mendapatkan blai   "kesialan" beruntun beberapa waktu yang lalu. orang jawa menerimanya sebagai sebuah keputusan Pencipta bagaimanapun keadaannya. namun dalam kondisi bersamaan, orang jawa mengatakan blai itu sebagai blai slamet   selama kesialan yang di dapa

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

Mitos Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Ini Jawabannya !

Telah banyak bersliweran kabar, informasi, cerita legenda dan hikayat tentang keberadaan abdi dalem Kraton MAJAPAHIT (WILWATIKTA) yang bernama SABDO PALON dan NAYA GENGGONG. Dari yang bersifat sangat halus hingga yang berisi SUMPAH SERAPAH yang bersangkutan di era runtuhnya MAJAPAHIT. Belum lagi terbitnya saduran buku-buku baik berupa ajaran atau ramalan yang mengatas namakan dua abdi ini, tetapi semuanya tidak dapat menunjukkan rujukan asli dari sumber ceritanya. Mengingat seringnya timbul pertanyaan mengenai hal ini di group dan forum WILWATIKTA (MAJAPAHIT), maka saya berinisiatif untuk menjelaskannya secara tertulis seperti ini agar bila pertanyaan yang sama muncul, rekan-rekan dapat mereferensi jawabannya dari catatan ini. Hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya, baik ketika menerima ajaran adat maupun ketika saya berkunjung ke beberapa lokasi peninggalan WILWATIKTA / MAJAPAHIT (di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Sesungguhnya penokohan abdi dalem y

SKI Kelas 8 PB 9 :B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah

1. As-Suhrawardi al-Maqtul (Ilmuan Teosofis)  Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya bin Habash bin Amirak Shihab al-Din as-Suhrawardi al-Kurdi, lahir pada tahun 549 H/ 1153 M di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan. Ia memiliki banyak gelar diantaranya, Shaikh al-Ishraq, Master of Illuminationist, al-Hakim, ash-Shahid, the Martyr, dan al-Maqtul.  Suhrawardi melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu. Ia pergi ke Maragha, di kawasan Azerbaijan. Di kota ini, Suhrawardi belajar filsafat, hukum dan teologi kepada Majd Al-Din Al-Jili. Juga memperdalam filsafat kepada Fakhr alDin al-Mardini. Selanjutnya ke Isfahan, Iran Tengah dan belajar logika kepada Zahir Al-Din Al-Qari. Juga mempelajari logika dari buku al-Basa’ir al-Nasiriyyah karya Umar ibn Sahlan Al-Sawi. Dari Isfahan dilanjutkan ke Anatolia Tenggara dan diterima dengan baik oleh pangeran Bani Saljuq. Setelah itu pengembaraan Suhrawardi berlanjut ke Persia, pusat lahirnya tokoh-tokoh su