Langsung ke konten utama

Sejarah Asal Usul Kabupaten Pasuruan Pra Sejarah

Jaman prasejarah Indonesia ialah jaman semasa belum ada keterangan tertulis tentang Indonesia, baik yang ditulis oleh bangsa Indonesia sendiri maupun oleh bukan bangsa Indonesia. Sedangkan jaman setelah adanya keterangan tertulis disebut jaman sejarah. Waktu bermulanya jaman prasejarah Indonesia, ialah sejak adanya jenis manusia tertua di Indonesia, yaitu Meganthropus Paleo Javanicus, atau manusia besar dari Jawa jaman kuno yang peninggalannya ditemukan oleh Von Koningswald pada tahun 1941 M di desa Sangiran, lembah Bengawan Solo Jawa Timur. Kemudian disusul oleh Pithecanthropus Erectus atau manusia kera yang berjalan tegak, yang peninggalannya ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 M di desa Trinil, Jawa Timur . Masa hidupnya diperkirakan pada jaman Pleistosen kira-kira pada tahun 600.000 sebelum Masehi. Sedang berakhirnya jaman prasejarah Indonesia sejak adanya keterangan tertulis yaitu adanya Yupa-yupa di Kutai Kalimantan Timur yang bertuliskan huruf Pallawa berbahasa Sansekerta, yang diperkirakan berasal dari tahun 400 Masehi. Penghuni ini menurut penyelidikan Von Heine Geldern dan Prof. H. Kern yang berdasarkan pada perbandingan wilayah dan penyelidikan bahasa ternyata berasal dari daerah Yunnan di Cina Selatan. Penyebarannya ke Indonesia melalui dua jurusan. Jurusan barat melaui Indo Cina, Semenanjung, kemudian masuk ke Indonesia, yaitu ke Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan. Sedang yang jurusan Timur melalui daratan Asia, ke Jepang, pulau-pulau Taiwan, Filipina, kemudian masuk ke Indonesia melalui Minahasa terus ke timur .


Awal Mula Pemukiman di Pasuruan Setelah masa pra sejarah ini paling tidak pada sekitar abad 7 M wilayah Pasuruan telah menjadi tempat hunian masyarakat yang teratur atau berpemerintahan. Temuan fosil manusia di Trinil, Ngandong, Mojokerto menunjukkan bahwa Jawa sejak masa purba telah menjadi hunian manusia. Tetapi jika dipertanyakan kapan wilayah Pasuruan sebagai tempat hunian masyarakat, maka jawabannya harus histories. Sejarah memerlukan sumber tertulis yang berupa dokumen baik prasasti, piagam, naskah kesusastraan. Mengenai awal mula pemukiman di Pasuruan paling tidak ada dua jenis.
Pertama, hunian awal (tentu saja dengan pemerintahannya) suatu tempat.
Yang kedua ialah waktu adanya pemerintahan, misalnya hari jadi suatu kabupaten, hari jadi suatu kota. Penelusuran Sejarah Pasuruan yang terpaparkan dalam buku ini difokuskan pada jenis yang pertama yaitu tentang hari jadi hunian awal di Pasuruan.

Sumber Prasasti, Ada beberapa nama tempat yang disebut oleh prasasti dan dapat ditafsirkan dan sepadan dengan toponim masa sekarang, meskipun sering ucapannya sudah berubah. Ada 4 (empat) prasasti, dua diantaranya dikeluarkan oleh Mpu Sindok, yang berkaitan dengan toponim di wilayah Pasuruan ialah :
• prasasti Gulunggulung,
• prasasti Cunggrang,
• angka tahun bergaya Kediri,
• prasasti Pamintihan.

1. Prasasti Gulung-gulung
Unsur-unsur penanggalan dari prasasti Gulung-gulung yang dikeluarkan oleh Raja Sindok sebagai berikut:
• Swasti caka warsatita 851 baicaka masa tithi nawami cu klapaksa...
• Artinya: Selamat tahun caka yang telah lalu 851 (bulan) Baicaka, tanggal 9 paro terang...
• Ca wara purwaphalguninaksatra yani dewata ayusman yoga irika rakryan hujung pamaduraloka.
• Artinya: (hari yang bersikles 7) Sabtu, perbintangan: Purwwaphalguni, dewanya; Yini, yoganya: Ayusman, ketika itu Rakryan Hujung pu Maduraloka.
• Ranjana manambah I cri maharaja...
• Artinya: Ranjana menghadap kepada cri Maharaja...

Unsur-unsur penanggalan tahun caka itu dapat disepadankan dengan unsur-unsur penanggalan nasional (masehi). Unsur-unsur penanggalan itu bertepatan dengan tanggal 20-IV-929 M (20 April 929 M). Isi prasasti Gulung-gulung adalah penetapan perdikan sawah di desa Gulung-gulung dengan besar pajak 7 su .dan hutan di Bantaran untuk bangunan keagamaan di Himad. Disebut juga ada tanah perdikan khusus (disebut sima putraswa), di Batwan, di Curu, di Ergilang dan di Gapuk, masing-masing harus memberi pisunggung apabila di sang hyang prasada yang letaknya di Himad diadakan upacara, ....muang hana sima putraswa I batwan muang i curu Artinya: Ada perdikan utraswa di Batwan dan di Curu. I yair gilang I gapuk I mbang paknaya mangasea I sang hyang prasada I himad Artinya : di Ergilang, di Gapuk, di mBang, perintahnya supaya memberikan pisungsung kepada Sang Hyang Prasada di Himad. Diantara nama-nama tempat itu Gapuk menarik perhatian karena ia di dalam buku Negarakertagama disebut berurutan dengan toponim yang ada di Pasuruan; Gapuk, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lumbang (Nag. 20;1) Hai Sidomulto mengatakan Gapuk terletak di selatan Rejoso, jarak dari Winongan4 km kearah barat laut. Jika pengidentifikasian itu benar, maka dapat dikatakan bahwa pada 20-IV-920M (atau sebelumnya) di Gapuk wilayah Pasuruhan telah ada hunian yang teratur, bahkan daerah itu telah menjadi daerah perdikan khusus.

2. Prasasti Cunggrang
Sumber prasasti yang sangat penting untuk menelusuri hunian lebih lanjut di wilayah Pasuruhan ialah prasasti Cunggrang. Apalagi prasasti Cunggrang (prasasti batu) masih in situ atau ditempat semula yaitu di Desa Suci, Kab. Pasuruhan. Prasasti ini disebut prasasti Cunggrang I bertahun 851 C. Tulisan di sisi depan tinggal seperdua bagian atas, sedangkan di bagian bawahnya dan sisi belakang tulisannya sudah aus semua . Untung ada prasasti Cunggrang II, merupakan duplikat (tuladan) prasasti Cunggrang I. Sehingga kekurangan berita dari prasasti Cunggrang I dapat diisi oleh prasasti Cunggrang II . Unsur-unsur penanggalan prasasti Cunggrang sebagai berikut:
• (Swasti caka) warsatita 851 asujimasa (tithi dwadaci cukla) paksa tu(ng), Pa, Cu (wara Satabbisanaksa) tra. Ba (runa dewata. Gandayoga irika di)wasa
• Artinya: Selamat tahun caka yang telah lalu 851 bulan Asuji tanggal 12 bagian bulan terang (hari yang bersikles enam) atunglai, (hari yang bersikles lima) pahing, (hari yang bersikles tujuh) Selasa, naksastra; Satabhisa, dewata: Barona, yoga: Gandha pada saat itu.
• ni ajna maharaja...
• Artinya : Perintah Sri Maharaja ...
Unsur-unsur penanggalan prasasti Cunggrang (I dan II) sepadan dengan penanggalan nasional ialah 18-IX-929M (18 September 929M) Desa Cunggrang termasuk wilayah Bawang di bawah pemerintahan Wahuta Wungkal dijadilan tanah perdikan untuk pertapaan di Pawitra dan prasada silunglung sang siddha dewata rakryan Bawang ayah rakryan binihaji sri prameswari dyah kbi. Tugas penduduk yang daerahnya dijadikan perdikan ialah memerlihara pertapaan dan prasada, juga memperbaiki bangunan pancuran di Pawitra. Dari isi prasasti itu, ada dua nama tempat yang perlu mendapat perhatian yaitu Cunggrang dan Pawitra. Mengingat prasasti Cunggrang I terbuat dari batu (berukuran relative besar dan berat) maka kemungkinan kecil bergeser jauh dari tempat semula. Oleh karena itu wilayah Cunggrang tentunya tidak jauh dari tempat prasasti ditemukan (di Desa Suci sekarang), Nama Cunggrang terdapat juga di dalam Nagarakertagama sebagai berikut: Warna I sah nira rin jajawa rin, padameyan ikan dinunun, Mande cungran apet kalanon numabas in wanadealnon Darmma karsyan I parcwanin acala pawitra inaran Ramya nika panunan, lurahlurah bhasa kbidun (Nag. 58) Artinya : Selesai berhenti di Jawi, meneruskan perjalanan ke Padameyan Istirahat di cunggrang untuk menikmati panorama desa dan hutan yang indah Pertapaan di lereng gunung Pawitra yang didatangi Keindahan lereng-lereng itu diikat dalam bhasa dan kidung Tentang Pademeyan dapat diidentifikasi dengan Kedamaian yang terletak di sebelah utara Kapulungan. Satu kilometer dari desa Kedamaian ditemukan reruntuhan bangunan candi desa Keboireng. Pawitra adalah sebagai dharma lepas karesyan (Nag.78:1). Dari segi linguis pawitra (bhs Sansekerta) berarti alat pembersih yang dapat*menghilangkan kleca (cacat, dosa, noda), jadi yang mempunyai kekuatan untuk membersihkan atau mencapai sesuatu yang bersih, murni, bebas dari bahaya, keramat, suci atau kudus. Pawitra memang terkenal sebagai nama lama Gunung Penanggungan. Di Pawitra terdapat bangunan pertapaan (sang hyang dharmmacrama ing pawitra) bangunan pemandian (sang hyang tirtha panenran ing pawitra).

3. Prasasti Paminthihan
Prasasti Paminthihan yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja Dyah Suraprabhawa tahun 1395 C sepadan dengan 14 - V - 1473 (14 April 1473) menyebut pangasta desa (delapan desa tepi siring) perdikan Paminthihan. Delapan nama desa dari unsure (mengikuti jarum jam) ialah : Plangpuncu, Gegidah, Dampak, Madawih, Gempol, Balanger, dan Kalaban. Meskipun belum banyak data yang mendukungnya kiranya Gempol yang disebut Prasasti Paminthihan sama dengan Gempol masa sekarang. Survey Balai Arkeologi Jogjakarta tanggal 14 Nopember 2001 menemukan sebuah prasasti pendek di dukuh Pakan, Kel. Jembrung. Kec. Gempol, Kab. Pasuruan. Tulisan dipahat secara timbul, merupakan angka tahun bergaya quadrat (gaya tulisan Kediri), terbaca 957 C=1035M.

sumber: baungcamp.com
Prasasti Sukci/Cungrang bertarikh 18 September 929 M
Sumber : www.facebook.com:Warung.Kopi.Pasuruan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI Kelas 9 PB 1 : Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam (Sunan Gresik-Sunan Giri)

A. Pengantar Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisongo berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah.  Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah mubaligh Islam di nusantara. Adapun nama-nama Wali Songo sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati B. Buka Cakrawalamu Tokoh-tokoh Walisongo sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisongo juga berkedudukan sebagai waliyul

SKI Kelas 9 PB 5 : 3.6 Menganalisis biografi tokoh penyebar Islam di berbagai wilayah Indonesia - Syaikh Abdur Rauf as-Singkili & Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari

1. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili  Nama aslinya adalah Abdur Rauf al-Fansuri yang lahir di kota Singkil. Beliau adalah orang pertama kali yang mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia.  Sekitar tahun 1640, beliau berangkat ke tanah Arab untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Abdur Rauf as-Singkili pernah bermukim di Makkah dan Madinah. Ia mempelajari Tarekat Syattariyah dari gurunya yang bernama Ahmad Qusasi dan Ibrahim al-Qur’ani. Kemudian, Abdur Rauf as-Singkili pernah menjadi Mufti Kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Sultanah Safiatuddin Tajul Alam.  Abdur Rauf as-Singkili memiliki sekitar 21 karya dalam bentuk kitab-kitab tafsir, hadits, fiqh, dan tasawuf. Beberpa karyanya antara lain sebagai berikut.  Kitab Tafsir yang berjudul Turjuman al Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah), yakni merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia.  Umdat al Muhtajin, yaitu karya terpenting yang ditulis oleh Abdur Rauf asSingkili. Buku ini terdiri dari 7 bab yang memuat tentang dzik

SKI Kelas 8 PB 8 : Penguasa Disnasti Ayyubiyah 2 (Sultan Al-Adil Saifuddin 596-615 H /1200-1218 M dan Sultan Al-Kamil Muhammad 1218-1238 M)

2. Sultan Al-Adil Saifuddin 596-615 H /1200-1218 M Sering dipanggil Al-Adil, nama lengkapnya Al-Malik Al-Adil Saifuddin Abu Bakar bin Ayyub, menjadi penguasa ke 4 Dinasti Ayyubiah yang memerintah pada tahun 596-615 H/1200-1218 M berkedudukan di Damaskus. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf AlAyyubi, dia menjadi Sultan menggantikan Al-Afdal yang gugur dalam peperangan. Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif. Prestasi Al Malik Al-Adil antara lain :  Antara tahun 1168 – 1169 M mengikuti pamannya ( Syirkuh ) ekspedisi militer ke Mesir  Tahun 1174 M, menguasai Mesir atas nama Salahuddin Yusuf Al Ayyubi, sedangkan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi mengembangkan pemerintahan di Damaskus  Tahun 1169 M, dapat memadamkan pemberontakan orang-orang Kristen Koptik di Qift-Mesir   Pada tahun 1186-1195 M, kembali ke Mesir untuk memerangi pasukan Salib  Pada tahun 1192-1193 M, menjadi gubernur di wilayah utara Mes

SKI Kelas 8 PB 11 : B. Sumbangsih Besar Ilmuan Muslim Daulah Ayyubiyah (Bagian 3)

4. Abdul Latief Al Baghdadi, Ahli Ilmu Mantiq (Logika)   Seorang ulama berpengaruh yang menginspirasi ulama-ulama Al-Azhar lainnya, ahli ilmu mantiq, bayan, Hadist, fiqh, ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu lainya, sekaligus sebagai tokoh berpengaruh dalam pengembangan dan penyebaran madzhab Sunni di Mesir.  5. Abu Abdullah Al Quda’I, Ahli Ilmu Fiqih  Ahli fiqih, hadis dan sejarah, beberapa karyanya adalah Asy Syihab (Bintang), Sanadus Sihah (Perawi Hadis-Hadis Sahih), Manaqib al Imam Asy Syafi’i (Budi Pekerti Imam Syafi’i), Anba’ Al Anbiya’ (Cerita Para Nabi), ‘Uyun al Ma‘arif (Mata Air Ilmu Pengetahuan), Al Mukhtar fiz Zikir al Khutat wa Al Asar (Buku Sejarah Mesir). 6. Para ilmuan muslim lainnya seperti : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi, seorang ahli geografi dan juga ahli botani yang mencatat penelitiannya dalam buku Kitab Al-Jami’ li Asytat anNabat (Kitab kumpulan dan Tanaman). Ad-Dawudi, seorang ahli botani, pengarang kitab Nuzhah an-Nufus wa al- Afkar Ma’rifah wa al-Ahjar wa

Mitos Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Ini Jawabannya !

Telah banyak bersliweran kabar, informasi, cerita legenda dan hikayat tentang keberadaan abdi dalem Kraton MAJAPAHIT (WILWATIKTA) yang bernama SABDO PALON dan NAYA GENGGONG. Dari yang bersifat sangat halus hingga yang berisi SUMPAH SERAPAH yang bersangkutan di era runtuhnya MAJAPAHIT. Belum lagi terbitnya saduran buku-buku baik berupa ajaran atau ramalan yang mengatas namakan dua abdi ini, tetapi semuanya tidak dapat menunjukkan rujukan asli dari sumber ceritanya. Mengingat seringnya timbul pertanyaan mengenai hal ini di group dan forum WILWATIKTA (MAJAPAHIT), maka saya berinisiatif untuk menjelaskannya secara tertulis seperti ini agar bila pertanyaan yang sama muncul, rekan-rekan dapat mereferensi jawabannya dari catatan ini. Hal ini didasarkan pada pengalaman pribadi saya, baik ketika menerima ajaran adat maupun ketika saya berkunjung ke beberapa lokasi peninggalan WILWATIKTA / MAJAPAHIT (di Jawa Timur dan Jawa Tengah). Sesungguhnya penokohan abdi dalem y